Liputan6.com, Jakarta - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengecam kelakuan 3 hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Sumatera Utara yang ditangkap KPK. Ketiga hakim itu ditangkap bersama 2 orang lainnya karena diduga menerima hadiah atau gratifikasi berkaitan dengan perkara Pemprov Sumatera Utara yang ditangani PTUN Medan.
Ketiga hakim PTUN Medan itu, yakni Tripeni Irianto Putro, Amir Fauzi, dan Dermawan Ginting kembali menambah panjang daftar hakim-hakim nakal yang berurusan dengan kasus pidana.
Baca Juga
"Saya sangat mengecam, sangat menyesalkan, kok masih ada hakim yang seperti itu," ujar Hatta di Gedung MA, Jakarta, Senin 13 Juli 2015.
Advertisement
Hatta mengaku, pihaknya sudah merasa lelah melakukan pembinaan-pembinaan terhadap para pengetuk palu keadilan itu selama ini. MA, sudah kerap kali memperingatkan mereka untuk tidak melanggar sumpah jabatan.
"Kita sudah capek melakukan pembinaan, kita selalu mengingatkan jangan melakukan pelanggaran terhadap sumpah jabatannya," kata eks Ketua Pengadilan Negeri Bitung dan Pengadilan Negeri Tangerang ini.
Karenanya, Hatta mengaku akan memperketat kembali pengawasan yang dilakukan MA kepada para hakim, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pemantauan. Mengingat, selain sudah dilakukan pembinaan, gaji dan tunjangan para hakim sudah dinaikkan dengan tujuan tidak menerima suap atau gratifikasi dari pihak berperkara.
"Saya tidak menyangka, padahal gaji sudah naik, pembinaan yang kita lakukan tidak ada henti-hentinya. Pasti (pengawasan akan lebih diperketat). Pengawasan dari dulu selalu ketat," ujar Hatta.
Tangkap Tangan KPK
Penerimaan hadiah atau gratifikasi ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Sumatera Utara, Kamis 9 Juli 2015 malam. Dalam OTT itu KPK menangkap tangan 5 orang, yakni Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro bersama 2 koleganya sesama hakim PTUN, Amir Fauzi dan Dermawan Ginting, panitera pengganti PTUN Syamsir Yusfan, serta seorang pengacara dari kantor OC Kaligis & Associates M Yagari Bhastara alias Gerry.
Usai dibawa ke Gedung KPK tadi malam dan menjalani pemeriksaan intensif, KPK menetapkan kelimanya sebagai tersangka. Di mana Gerry diduga sebagai pemberi suap, sedangkan Tripeni, Amir, Dermawan, dan Syamsir ditengarai selaku penerima suap.
Uang US$ 15 ribu dan SG$ 5 ribu turut diamankan dalam OTT itu dan dijadikan sebagai barang bukti transaksi dugaan suap yang diberikan Gerry kepada keempat aparat penegak hukum di PTUN Medan tersebut. Dalam perkembangannya, uang itu diberikan untuk memuluskan putusan gugatan Pemprov Sumut yang ditangani PTUN Medan.
Selaku pihak pemberi, Gerry yang juga pengacara itu disangka dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, Tripeni Irianto Putro yang diduga sebagai pihak penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 dan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Untuk dua orang Hakim lainnya yakni hakim Amir Fauzi dan hakim Dermawan Ginting juga diduga sebagai pihak penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan panitera pengganti PTUN Medan, Syamsir Yusfan yang turut disangka sebagai pihak penerima dikenakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Mvi/Ans)