Liputan6.com, Jakarta - Isak tangis Assyifa Ramadhani tak terbendung saat harus menerima kenyataan mendapat hukuman 20 tahun penjara. Tidak kuasa menahan tangis, Assyifa pun pingsan setelah mendengar vonis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa 9 Desember 2014.
Hari yang sama tepatnya berselang satu jam, Ahmad Imam Al Hafitd juga diganjar hukuman pidana penjara selama 20 tahun atas pembunuhan berencana terhadap Ade Sara Angelina Suroto. Dalam amar putusan majelis hakim, sejoli ini terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Ade Sara.
Advertisement
7 Bulan pun berlalu. Entah apa reaksi Assyifa dan Hafitd saat ini mendengar putusan Mahkamah Agung?
Hukuman Diperberat
Majelis Hakim Kasasi MA menolak upaya hukum kasasi yang diajukan 2 terdakwa pembunuh Ade Sara tersebut. Selain menolak, Majelis Kasasi bahkan memutus memperberat hukuman sejoli itu dari hukuman pidana penjara 20 tahun menjadi pidana penjara seumur hidup.
"Majelis Kasasi menolak kasasi 2 terdakwa dan mengabulkan kasasi Penuntut Umum. Putusannya menghukum kedua terdakwa penjara seumur hidup," ujar Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Kamis 23 Juli 2015.
Suhadi mengatakan, Majelis Hakim Kasasi yang diketuai Hakim Agung Andi Ayub itu diketuk palu pada 9 Juli 2015.
Sebelumnya pada tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Hafitd dan kekasihnya, Assyifa divonis hukuman pidana penjara selama 20 tahun penjara. Majelis Hakim PN Jakpus menilai, keduanya terbukti melakukan pembunuhan terhadap Ade Sara. Kemudian pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan tersebut.
Tanggapan Pengacara
Kini, MA mengabulkan kasasi jaksa atas kasus pembunuhan Ade Sara Angelina Suroto (19) dengan tersangka Assyifa Ramadhani (18) dan Ahmad Imam Al Hafitd (19). MA mengganjar keduanya dengan hukuman penjara seumur hidup.
Pengacara Assyifa, Syafri Noer, menilai putusan MA itu berlebihan. Sebab, majelis tidak mengindahkan fakta di persidangan.
"Putusan itu sangat berlebihan karena perbuatan ini mereka lakukan bukan dengan niat membunuh. Orang awalnya kan hanya niat menganiaya. Kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyebutnya pembunuhan berencana. Majelis hakim tidak dapat membuktikan," ujar Syafri saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Kamis 23 Juli 2015.
Selain itu, lanjut dia, hakim agung tidak mempertimbangkan masa depan kliennya. Dia yakin kliennya dapat berubah menjadi manusia yang baik ketika diberi kesempatan untuk menghirup udara bebas.
"Saat divonis, mereka itu kan baru berumur 18 tahun lebih berapa bulan. Artinya, mereka memiliki masa depan yang masih jauh. Tidak pantas dihukum berat. Itu berat lho seumur hidup," tutur Syafri.
Dia juga mempertanyakan pertimbangan majelis hakim agung ketika mengambil putusan kasasi. Sebab, sampai sekarang, dia belum menerima surat putusan dari MA.
Bakal Ajukan PK
Selain itu, Syafri akan mengajukan Peninjauan Kembali atau PK atas putusan ini. Penasihat hukum Assyifa menilai putusan tersebut terlalu berat.
"Pertimbangannya apa saya tidak tahu, terlebih saya belum terima putusannya. Ini putusan terlalu berat. Oleh karena itu, saya akan ajukan PK," ujar Syafri.
Menurut dia, dia akan mempelajari putusan itu, setelah salinan putusan kasasi sudah diterima. Dia akan melihat dasar hukum atas putusan hakim agung tersebut.
"Untuk mengajukan PK banyak yang bisa jadi landasan. Kita lihat dulu apa dasar hukum putusannya. Itu bisa jadi untuk mengajukan PK, tidak harus novum (bukti baru)," jelas Syafri.
Namun, dia belum berkoordinasi dengan keluarga Assyifa. Dia juga belum menemui kliennya.
"Saya belum tahu dia (Assyifa) sudah tahu atau tidak. Saya tunggu putusan dulu, baru ke Assyifa," kata Syafri.
Sementara, Alanshia sudah mundur sebagai pengacara Hafitd. Dia menuturkan sudah tidak satu visi dengan pengacara Assyifa dan Hafitd. "Ini kan perbuatan mereka lakukan berdua. Tapi malah saling serang. Lagi pula, mereka memang salah, makanya saya dulu mengambil putusan tidak akan banding," jelas Alanshia ketika dihubungi Liputan6.com.
Doa Ibunda Korban
Adapun putusan MA yang memperberat hukuman bagi dua terdakwa kasus pembunuhan terhadap Ade Sara ditanggapi tak berlebihan oleh ibunda korban. Elizabeth Diana Dewayani masih tetap tegar seperti sebelum-sebelumnya.
Di hatinya juga tak ada dendam yang tersimpan meskipun buah hati semata wayangnya telah direnggut nyawanya dengan cara yang tak pernah dibayangkan pada 3 Maret 2014 lalu.
Putri Elizabeth, Ade Sara yang masih 19 tahun disetrum dan disumpal mulutnya dengan koran hingga meninggal dunia oleh mantan kekasih gadis itu, Ahmad Imam Al Hafitd dan temannya Assyifa Ramadhani atau Syifa. Sebelumnya, keduanya menculik Ade Sara di dekat Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat
Jenazahnya yang ditemukan mengenakan gelang Java Jazz kemudian dibuang di jalan Tol Bintara, Bekasi, Jawa Barat. Baik Ade Sara maupun kedua terdakwa, ketiganya masih berstatus mahasiswa perguruan tinggi swasta di Jakarta.
Setahun berselang, Elizabeth mendengar kabar jika kedua pembunuh Sara diperberat hukumannya oleh Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung (MA). Dari semula hukuman 20 tahun penjara menjadi seumur hidup.
Sang suami, Suroto yang pertama kali mengabarkan berita ini.
"Tahu dari pagi, dari suami saya, terus teman kerja lihat juga di internet," cerita Elizabeth kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis 23 Juli 2015.
Dia tetap bersahaja. Tak ada umpatan atau kecaman yang meluncur keluar dari mulutnya kepada 2 pembunuh Sara. Buat Elizabeth, apa pun keputusan hukum di negeri ini tetap dia terima, meski Hafitd dan Syifa dihukum 20 tahun penjara atau seumur hidup.
Malah Elizabeth berdoa agar kedua remaja itu dapat mengambil hikmah dari peristiwa ini. Agar di balik penjara sana mereka bisa berubah menjadi orang yang lebih baik.
Elizabeth tak mau mengotori hatinya dengan dendam. Meskipun kini dia dan suami harus menjalani hidup yang sepi tanpa Ade Sara.
"Enggak ada dendam," ucap dia.
Tak Tergantikan...
Sebagai pelipur lara, Elizabeth dan Suroto kini mengajak seorang keponakannya yang berbeda 6-7 tahun dari putrinya hidup bersama di rumah kontrakan mereka. Meskipun tetap Sara tak bisa digantikan.
Suara Elizabeth makin tertahan. Tapi dia memastikan, dirinya telah merelakan kepergian putri tercintanya. Meskipun dia tahu, Sara tak akan pernah terlupakan dan tergantikan.
"Saya sudah ikhlas. Belajar menerima apa yang terjadi. Kalau ikhlas, kita akan plong. Saya enggak mungkin benar-benar lupa Sara. Tetap berdoa supaya kesedihan ini berlalu," ucap ibunda Ade Sara. (Ans/Ado)