Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengirim surat meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR untuk merahasiakan pemeriksaan kasus dan tidak mempublikasikan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan DPR. Hal itu terkait pertemuan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dengan Donald Trump.
Dalam surat yang bernomor PW/13895/DPR RI/IX/2015 dan tanggal 17 September 2015 itu berisikan dua catatan penting atau perintah, yang langsung ditandatangani Fahri.
Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad membenarkan surat tersebut. Menurut dia, hal itu adalah wajar.
"Betul, beberapa hari lalu diterima. Prinsipnya pimpinan itu ada pembagian, pembagian di Fahri Hamzah memang dia tangani MKD. Wajar mengingatkan tata acara beracara. Kita kan selama ini prinsipnya proses bisa diakses di publik, tapi materi acara tidak. Kode etiknya begitu," ujar Sufmi ketika dikonfirmasi, Selasa (22/9/2015).
Menurut politisi Gerindra itu, selama ini proses memang dipublikasikan tetapi untuk perkara, tidak sama sekali. "Kalau saya sudah ngomong, proses oke dipublikasikan, perkara tidak. Mungkin Fahri menilai ada anggota MKD lain," tegas dia.
Sufmi pun menklaim surat tersebut tidak berpengaruh apa-apa terhadap proses di MKD. "Ya itu, tidak usah dibuat surat juga sudah ada di tata beracara. Itu kan cuma mengingatkan," pungkas Sufmi.
Berikut isi surat Fahri Hamzah itu:
Sehubungan dengan Surat Mahkamah Kehormatan Dewan Nomor: 302/SK-MKD/IX/2015, Tanggal 16 September 2015, Perihal Permintaan Keterangan Kepada Sekretaris Jenderal DPR RI dalam rangka penyelidikan Perkara Tanpa Pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik terkait kunjungan delegasi DPR RI ke Amerika Serikat, dengan ini kami sampaikan hal berikut:
1. Pada prinsipnya Mahkamah Kehormatan Dewan memiliki kewenangan untuk memanggil pihak-pihak terkait dalam rangka penyelidikan sebelum dan sesudah sidang MKD dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan memahami permintaan MKD untuk meminta keterangan kepada Sekretaris Jenderal DPR RI.
2. Dalam kaitan penanganan perkara, perlu diingatkan agar proses penanganan perkars dilaksanakan sesuai dengan tata cara pemeriksaan pelanggaran kode etik yang mengharuskan MKD dan sistem pendukungnya untuk menjaga kerahasiaan proses pemeriksaan, dan tidak diperkenankan dipublikasikan sampai perkara tersebut diputus (Pasal 10 dan Pasal 15 Peraturan DPR RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata beracara MKD).
Sehubungan dengan kerahasian proses penanganan perkara, pimpinan meminta perhatian MKD untuk tidak membuka perkara tersebut, baik secara individu maupun secara kelembagaan MKD kepada media massa dalam bentuk dan cara apapun.
Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Wakil Ketua DPR RI/KORKESRA
FAHRI HAMZAH
Â
Baca Juga
(Ron/Mut)
Advertisement