Bahas Teknologi Nuklir, Indonesia Gandeng Rusia dan Prancis

Indonesia yang diwakili Kepala BATAN, Djarot S. Wisnubroto melakukan pertemuan Bilateral dengan ROSATOM, AREVA, dan ANSTO.

oleh Liputan6 pada 28 Sep 2015, 23:50 WIB
Diperbarui 15 Jul 2016, 20:14 WIB
Kerjasama Indonesia dengan 3 Negara Pengguna Energi Nuklir
Indonesia yang diwakili Kepala BATAN, Djarot S. Wisnubroto melakukan pertemuan Bilateral dengan ROSATOM, AREVA, dan ANSTO.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia merupakan salah satu negara ASEAN yang menjadi anggota Badan Tenaga Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA). Sebagai anggota, Indonesia pun aktif mengikuti General Conference (GC) agenda tahunan IAEA yang diselenggarakan setiap bulan September.

Pada GC ke-59 di Wina, Austria (4-18 September 2015) lalu, delegasi Indonesia diketuai oleh Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia, Rahmat Budiman, dengan anggota delegasi yaitu: Prof. Djarot S. Wisnubroto dan beberapa peneliti BATAN. Konferensi tersebut membahas program dan anggaran kegiatan IAEA serta rancangan resolusi pemanfaatan tenaga atom untuk industri.

Disela-sela kegiatan konferensi, Indonesia yang diwakili Djarot S. Wisnubroto melakukan pertemuan Bilateral dengan ROSATOM, BUMN Nuklir Rusia dan AREVA, BUMN Nuklir Prancis.

Pertemuan BATAN dan ROSATOM membahas program beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa Indonesia untuk dapat melakukan studi sains dan teknologi nuklir ke Russia. (Target 100 orang Siswa Belajar ke Rusia). Setelah bertemu dengan pemerintah Rusia, Kepala BATAN juga mengadakan pertemuan dengan pihak AREVA Perancis. Dengan AREVA, BATAN membahas pemeliharaan Reaktor (riset) Serba Guna G.A. Siwabessy Indonesia yang telah berusia hampir 30 tahun.

Tak hanya menggelar pertemuan dengan negara-negara di Eropa yang telah memanfaatkan energi Nuklir, Djarot juga melakukan pertemuan bilateral dengan Australian Nuclear Science and Technology Organisation (ANSTO). Pertemuan ini membahas program pendidikan dan pelatihan di bidang kelautan dan neutron scattering, serta teknologi peningkatan produksi radioisotop yang sangat mendukung pelaksanaan program aplikasi teknologi nuklir di bidang kesehatan.

Sehari sebelum konferensi berakhir atau di tanggal 17 September 2015, Djarot S. Wisnubroto bertemu dengan Deputy Director Genderal (DDG) International Atomic Energy Agency (IAEA) Bidang Energi Nuklir, Mikhael Chudakov untuk menyerahkan dokumen Nuclear Energy System Assessment (NESA).

Dokumen tersebut menjadi bukti legal bahwa fasilitas Puspitek Serpong yang dinaungi BATAN telah menggunakan standar kajian IAEA. Dalam pertemuan tersebut Djarot juga menjelaskan pada perwakilan IAEA bahwa program energi nuklir di Indonesia sampai saat ini masih menunggu keputusan politik dari presiden RI, Joko Widodo.

Adapun fokus BATAN saat ini, lanjut Djarot, lebih konsentrasi pada rencana pembangunan Reaktor Daya Eksperimen (RDE) dan Iradiator dalam rangka menambah fasilitas litbang teknologi nuklir untuk tujuan damai karena kegiatan pembangunan PLTN berada ditangan Kementerian ESDM.

"Kegiatan yang berkenaan dengan persiapan rencana pembangunan PLTN di Indonesia akan dikoordinasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," ujar Djarot.

Halaman Selanjutnya: Menanti Putusan Politik Presiden

Baca Juga:

RI Disarankan Bangun Pembangkit Tenaga Nuklir Saat Defisit Energi

Pembangunan PLTN 5 Ribu MW Tunggu Restu Jokowi

Batan Klaim Mayoritas Masyarakat RI Restui Pembangunan


Menanti Putusan Politik Presiden

Kerjasama Indonesia dengan 3 Negara Pengguna Energi Nuklir
Indonesia yang diwakili Kepala BATAN, Djarot S. Wisnubroto melakukan pertemuan Bilateral dengan ROSATOM, AREVA, dan ANSTO.

Beberapa kalangan yang ahli di bidang energi menyatakan bahwa keberadaan PLTN dapat mendukung ketersediaan energi nasional. Namun, karena pembangunan PLTN membutuhkan waktu 8-10 tahun, sehingga tidak dapat masuk dalam program pemerintah Jokowi untuk penyediaan listrik sebesar 35.000 MW.

Dalam sebuah acara diskusi di stasiun televisi swasta, Anggota DPR, Kurtubi mengatakan bahwa Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di
Indonesia dianggap sudah mendesak.

"Indonesia harus segera memulai membangun PLTN skala besar untuk mengejar ketertinggalannya dan mempercepat pertumbuhan ekonomi," ujar Kurtubi.

Indonesia saat ini bisa dibilang tertinggal dari 2 negara di ASEAN soal pembangunan tenaga nuklir yakni Vietnam dan Malaysia.

"Saat ini ada 67 negara di dunia sedang membangun listrik tenaga nuklir, termasuk Vietnam dan Malaysia. Bagaimana bisa Malaysia sudah masuk ke nuklir, pada saat kita masih ribut memikirkan listrik 20 ribu-30 ribu MW,” tegas Kurtubi.

Berdasarkan data yang dikutip Liputan6.com dari World Nuclear Association, negara-negara yang akan dan sedang membangun tenaga nuklir yaitu Uni Emirat Arab, Belarus, Lithuania, Turki, Vietnam, Yordania, Polandia, Bangladesh, Mesir, Israel, Nigeria, Kenya, Maroko, dan Malaysia.

Kabarnya Laos juga akan membangun PLTN berkapasitas 1.000-1.200 hasil kerjasama dengan Rosatom, BUMN Nuklir asal Rusia. Jika Vietnam, Malaysia, dan Laos adalah negara ASEAN yang sedang dan akan membangun PLTN, lalu bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia sebenarnya sudah dinyatakan siap membangun PLTN oleh IAEA. Namun, program energi nuklir di Indonesia sampai saat ini masih menunggu keputusan politik dari presiden RI, Joko Widodo.

Rencana pembangunan PLTN sendiri berada diwilayah Kementerian ESDM, sementara itu tugas BATAN melakukan studi tapak dan kelayakan terhadap rencana lokasi pembangunan PLTN yang diminta pemerintah telah diselesaikan. Beberapa daerah  yang menjadi rekomendasi adalah Bangka Belitung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. 

Sebelumnya Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto menyatakan siap membangun PLTN mini di kawasan Serpong pada 2017. Pembangunan PLTN ini sejalan dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.

Sesuai UU tersebut, Indonesia diharuskan memiliki PLTN pada 2019. Rencana pembangunan PLTN juga diperkuat dengan buku putih yang dibuat Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia direkomendasikan mengoperasikan 5.000 MW PLTN pada 2024.

Baca Juga:

Begini Pemerintah Kenalkan Tenaga Nuklir ke Masyarakat

Kepala Batan: Indonesia Telah Siap Terapkan Teknologi Nuklir

Batan Jamin Keamanan Reaktor Nuklir

Batan Tunggu Sinyal Jokowi Buat Bangun PLTN

Banyak Negara Berlomba Bangun PLTN

Cegah Krisis Listrik, RI Harus Segera Bangun PLTN

(Adv/GR)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya