3 Alasan Pemprov Ambil Alih Bantar Gebang

PT Godang Tua Jaya dan rekanannya yang dipercaya untuk mengelola tempat pembuangan sampah, tak dapat memenuhi perjanjian kerja sama mereka.

oleh Audrey Santoso diperbarui 30 Okt 2015, 08:24 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2015, 08:24 WIB
Tumpukan Sampah di TPST Bantar Gebang
(Foto: Gesit Prayogi/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LPH) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Laporan Keuangan DPRD DKI Jakarta periode 2013-2014 perihal pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. BPK menilai penggelontoran uang untuk pengelolaan TPST itu merugikan negara.

Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta tak memungkiri bila PT Godang Tua Jaya dan rekanannya yang dipercaya untuk mengelola tempat pembuangan sampah, tidak dapat memenuhi perjanjian kerja sama mereka.

Perjanjian itu disepakati sejak 2008 dalam Surat Perjanjian Nomor 5028/1799.21 tentang Tipping Fee Peningkatan Sarana dan Prasarana Pengelolaan dan Pengoperasian TPST Bantar Gebang.

"Pertama, joint operation PT Godang Tua Jaya (GTJ) dan PT Navigat Organic Energy Indonesia (NOEI) belum sepenuhnya memenuhi persyaratan finansial untuk mendanai rencana investasi pengolahan TPST Bantar Gebang," jelas Kadis Kebersihan Pemprov DKI Jakarta Isnawa Aji di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis 29 Oktober 2015.

Dia menduga mereka tidak mempunyai dana yang cukup untuk proyek pembangunan investasi TPST Bantar Gebang.

Kedua, lanjut dia, penatausahaan dan pencatatan transaksi keuangan PT GTJ dan PT NOEI dinilai kurang transparan dan akuntabel. Sebab, berdasarkan Pasal 6 ayat 4 huruf a PKS mereka, PT GTJ beserta rekanannya dan bank peminjam modal harus membuat rekening bersama. Rekening ini nantinya digunakan untuk menampung dana investasi mereka.

"Serta harus melaporkan transaksi rekening tersebut setiap 15 bulan selama kontrak kerja sama berlaku. Tapi dari hasil LPH BPK tahun 2015, pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan TPST Bantar Gebang tidak diterima di rekening bersama, melainkan masuk ke rekening perusahaan masing-masing," ujar Isnawa.

 

Poin terakhir yang menjadi alasan Pemprov DKI berencana mengambil alih pengelolaan TPST, karena pihak swasta tersebut tidak melakukan pembangunan sesuai perjanjian 2008. Pada masterplannya, pihak GTJ dan rekanan mengatakan akan membangun sarana dan prasarana TPST. Salah satunya membangun tempat pengomposan sampah organik.

Kemudian membangun lokasi GALFAD, daur ulang sampah plastik, bangunan sanitary landfill di lahan enclave, bangunan sanitary landfill pengumpulan gas, pembangit tenaga listrik, jembatan timbang, dan landfill mining.

"Berdasarkan pemeriksaan fisik di lapangan, diperoleh bahwa pembangunan sarana GALFAD belum sepenuhnya dilaksanakan yaitu Fasifikasi dan Structure Landfill Cell (SLC), sehingga tidak bisa difungsikan untuk efektivitas proses penanganan sampah," terang Isnawa. (Bob/Nil)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya