Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Gubernur No 288 Tahun 2015 tentang pengaturan unjuk rasa terus diprotes. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dinilai membatasi tempat unjuk rasa.
Menurut Ahok, pergub itu diterbitkan berdasarkan UU No 9 tahun 1998. Pergub juga tidak bisa sembarangan dicabut. Kalau pun mau, silakan beri masukan sehingga bisa direvisi.
Baca Juga
"Bukan saya yang membatasi Anda demo, UU yang membatasi Anda demo. UU itu siapa yang bikin para reformator setelah Pak Harto jatuh. Anda para reformator lho yang bikin, para aktivis. Kalau kamu enggak mau dibatasin cuma 3 tempat, oke mau daerah mana kasih (tahu) saya, selama daerah itu tidak melawan yang dilarang undang-undang. Saya tunggu," ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Advertisement
Baca Juga
Dalam UU tidak diperbolehkan berunjuk rasa di depan Istana Negara. Jadi jangan heran bila polisi melakukan penertiban karena tindakan itu sesuai undang-undang.
Sebagai solusi, Ahok menyediakan area Monas khususnya sisi selatan atau di sekitaran Patung Kuda. Bila aksi unjuk rasa membutuhkan mediasi, Ahok pun menyediakan Balaikota sebagai lokasi mediasi.
"Kalau gitu oke kamu usul deh maunya bagaimana, nanti aku revisi Pergubnya. Kalau undang-undang mau direvisi, kamu mesti ke DPR dan presiden," lanjut Ahok.
Terkait protes yang dilayangkan juniornya di Universitas Trisaksi Jhon Muhammad, Ahok tak mau ambil pusing. Mantan Bupati Belitung Timur itu mempersilakan juniornya itu mengirim surat protes atau saran untuk perbaikan pergub.
"Suruh tulis aja terus. Menurut saya dia itu lupa. Makanya tanya sama dia UU No 9 tahun 1998 itu kamu pernah baca enggak secara terperinci. Kedua, kamu sadar enggak UU itu yang bikin itu para reformator. Bukan Soeharto lho yang buat. Kamu tanya dia dua pertanyaan. Dia bisa jawab enggak, kalo enggak, enggak usah ngomong deh," tutup Ahok. (Ali/Ron)