Liputan6.com, Jember - Draf revisi Undang-undang Nomor 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri sudah masuk ke meja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, proses pembahasan masih jauh dari final karena internal pemerintah masih belum sepaham.
Anggota Komisi IX DPR Nur Suhud menerangkan, usulan pembahasan yang diajukan pemerintah itu sedang dibahas oleh Panitia Kerja Komisi IX DPR dan selanjutnya akan dikirim ke Badan Musyawarah (Bamus). Oleh Bamus, usulan itu akan diputuskan apakah pembahasan perlu melibatkan lintas komisi atau cukup Komisi IX saja.
"Saya sendiri mengharapkan agar dibahas di lintas komisi yang melibatkan Komisi I, III, IX atau komisi lain karena secara sekaligus melibatkan para pihak terkait," ujar Suhud dalam acara Pertemuan Pekerja Migran dengan Pemangku Kepentingan di Sektor Ketenagakerjaan bertempat di Gedung Soetardjoe, Universitas Negeri Jember, Jawa Timur, Selasa (24/11/2015).
Walau begitu, ia berpendapat pelibatan beragam sektor dalam pembahasan revisi UU itu tidak akan mudah. Pasalnya, banyak pihak akan keberatan, termasuk institusi pemerintah.
Baca Juga
Baca Juga
"Namun, proses perubahan ini tidak akan mudah sebab bakal ada pihak-pihak lain termasuk institusi pemerintah keberatan," sahut Suhud.
Menanggapi hal itu, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama dan bersinergi dalam proses revisi UU itu. Ia menegaskan revisi diperlukan untuk meningkatkan perlindungan negara terhadap TKI, khususnya aspek hak asasi manusia (HAM), karena mereka berkontribusi signifikan kepada pendapatan negara.
"Masih ada peluang untuk memperbaiki. Mari kita duduk bersama membangun sinergi," sahut Nusron.
Nusron menegaskan pemerintah bertugas untuk memastikan agar para buruh memperoleh rasa aman, nyaman dan murah. Namun, ia mengakui jika pemerintah belum memenuhi ketiga hal itu dan masih menganggap TKI sebagai obyek. Di sisi lain, pihak swasta dan TKI juga memiliki andil atas situasi tersebut.
"Siapa yang salah terhadap semua ini? Semua salah. Pemerintah salah karena peraturannya mbulet. Swasta salah karena mengenakan ongkos yang mahal. TKI juga salah lantaran menghalalkan segala cara, termasuk dengan bekerja di luar negeri secara non-prosedural," ujar Nusron.
Walau begitu, Nusron meminta maaf atas belum maksimalnya upaya perlindungan TKI oleh pemerintah. Ia menegaskan jika TKI bernilai strategis bagi negara. Buktinya, remitansi dari TKI pada 2014 lalu menyumbang devisa sebesar US$ 8,4 miliar atau setara Rp 110 triliun.
"Tahun ini ditargetkan pendapatan dari TKI sebesar Rp 140 triliun atau 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB)," tukas Nusron.
Dalam acara tersebut, Nusron sempat melepas balon, melepas 51 burung kutilang dan menanam pohon selasih. Pertemuan tersebut dihadiri sedikitnya 1.670 TKI dari berbagai wilayah, seperti Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. (Din/Ali)
Advertisement