Liputan6.com, Jakarta - Anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, membenarkan adanya perombakan nama-nama anggota MKD. Mereka yang mengubah formasi berasal dari koalisi partai pendukung pemerintah yang sebelumnya bernama Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Menurutnya, perombakan anggota MKD dari fraksi partai pendukung pemerintah itu untuk menjadikan mahkamah penegak etik anggota DPR itu agar lebih 'bergigi'. Terutama dalam mengusut dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden yang diduga dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
"(Rombak nama) itu salah satu upaya dari kita memperkuat MKD untuk membongkar kasus ini setransparan mungkin," kata Sudding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Sudding mengakui, kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil residen dalam upaya perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini menjadi pertaruhan bagi MKD.
Menurutnya, kasus yang menyeret Ketua DPR ini dapat menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus-kasus besar yang melibatkan kerugian negara.
"Kasus Novanto ini pintu masuk membongkar komprador (perantara) yang selama ini merugikan bangsa," ujar Sudding.
Baca Juga
Tak Ada Agenda Politik
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan, mengganti anggota fraksinya di MKD karena ingin memberikan respon positif terhadap pelaporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said.
"Intinya adalah kita ingin memberi respon kredibel terhadap laporan siapapun yang kami nilai kredibel, karena MKD kan harapan kita untuk menjaga marwah harga diri dan martabat DPR," kata Hendrawan.
Anggota Komisi XI DPR ini menyatakan, tidak ada target politik dari PDIP dengan mengganti anggotanya di MKD tersebut. Dia berujar, perintah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kepada seluruh kadernya yang menjadi anggota dewan hanya bekerja secara profesional.
"Jadi tidak ada muatan politik apapun, tidak ada target apapun karena instruksi Ketum kami sangat sederhana sebagai anggota dewan kamu semua laksakan kegiatan dengan baik tanggung jawab dan selalu waspada. Jadi tidak ada target politik upaya konspirasi, tidak ada itu," ungkap dia.
Hendrawan mengatakan, kasus Setya Novanto tersebut harus dikawal karena sudah menjadi konsumsi publik. Apalagi, internal DPR juga memiliki pro dan kontra terhadap pelaporan Sudirman Said tersebut.
"Kasus ini sudah merupakan keprihatinan publik yang sudah menimbulkan pro dan kontra, yang secara potensial bisa menambah degradasi martabat dewan jika tidak diselesaikan. Itu sebenarnya jelas kita ingin solusi yang bermartabat," ujar Hendrawan. (Nil/Yus)