'Akrobat' Guru Honorer Bergaji Rp 300 Ribu di Gunungkidul

Guru honorer harus jungkir balik agar dapur tetap ngebul.

oleh Yanuar H diperbarui 25 Nov 2015, 20:30 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2015, 20:30 WIB
20151125-Guru Honorer
Guru honorer Gunungkidul (Fathi Mahmud/Liputan6.com)

Liputan6.com, Yogyakarta - Hari guru tiap 25 November menjadi momentum refleksi soal para pengajar di tanah air. Dari sisi perhatian dan kesejahteraan, hingga kini masih banyak guru yang belum mendapatkan kesejahteraan layak. Namun mereka tidak menyerah untuk mengabdi.

salah satunya Bayu Prihartanto, guru honorer di Sekolah Dasar 4 Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Honor Rp 300 ribu per bulan tak mneyurutkan semangatnya untuk mengajar. Semangat ini sesuai cita-citanya sejak kecil menjadi guru.

Mengajar sebagai guru pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan (penjasorkes), ia mendapat gaji Rp 200 ribu dari sekolah dan Rp 100 ribu dari kabupaten. Jumlah gaji ini jelas di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang berlaku di tahun depan sebesar Rp 1.235.700.

"Total 300 ribu tapi yang seratus itu honor dari kabupaten tidak mesti sebulan sekali, kadang 3 bulan, kadang 4 bulan sekali," kata dia kepada Liputan6.com di Gunungkidul, Rabu (25/11/2015).

Maka lulusan Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2007 ini terpaksa harus bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhannya sehari hari. Ia pun rela menggadaikan motornya untuk merintis usaha kuliner kaki lima di Gunungkidul.

"Setiap hari pukul 5 pagi sudah belanja dan menyembelih ayam. Jadi sebelum berangkat mengajar saya menyembelih ayam yang akan dijual malamnya. Gitu terus kalau mengandalkan honor sebagai guru jelas tidak mungkin, lebih baik usaha mandiri," kata dia.

Kondisi tebing di Pantai Sadranan, Tepus, Gunungkidul, Yogyakarta, yang longsor. (Liputan6.com/Fathi Mahmud)

Bapak satu anak ini juga harus bekerja sebagai wartawan lepas di media lokal Gunungkidul. Ia jalani pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Pasalnya dengan pendapatan penjualan kaki lima ditambah guru belum membuat semua kebutuhan hidupnya tercukupi.

"Yang penting bergerak. Kalo hanya diam tidak akan mendapatkan apa apa," ujarnya.

Bayu yang sudah mengajar sejak tahun 2006 Sebagai guru honorer negeri hanya pasrah bekerja menjalani kehidupan sebagai gutu honorer. Ia pun juga pasrah jika dirinya tidak akan mendapatkan program sertifikasi guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 74 tahun 2008 tentang guru.

"Harapannya ya ada kebijakan dari pemerintah agar lebih berpihak pada guru honorer seperti saya ini," tutur Bayu. (Hmb/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya