Belajar dari Musibah AirAsia QZ8501, Ini Rekomendasi KNKT

Untuk Indonesia AirAsia, KNKT meminta agar membuat prosedur komunikasi antara pilot dan kopilot.

oleh Oscar Ferri diperbarui 01 Des 2015, 23:41 WIB
Diterbitkan 01 Des 2015, 23:41 WIB
20151201-KNKT Beberkan Penyebab Kecelakaan Air Asia QZ 8501-Jakarta
KNKT mengumumkan hasil investigasi AirAsia PK-AXC di Jakarta, Selasa (1/12). KNKT menyatakan komponen pesawat Airbus A320-200 yang jatuh dalam perjalanan dari Surabaya ke Singapura itu mengalami kerusakan sistem kontrol kemudi (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengungkap hasil investigasinya terhadap kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 di perbatasan perairan Selat Karimata, Kalimantan Tengah dan Laut Jawa bagian utara.

Pesawat jenis Airbus A 320-200 itu terjatuh saat terbang ke Singapura dari Surabaya, Jawa Timur dengan membawa 162 orang.

Atas investigasinya itu, KNKT mengeluarkan rekomendasinya. Terutama kepada sejumlah stakeholder terkait.

"KNKT merekomendasikan ke Indonesia AirAsia, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Airbus, Federal Aviation Administrasion (FAA), dan European Aviation Safety Administration (EASA)," ucap Pelaksana Tugas Ketua Sub Komite Kecelakaan Pesawat Udara KNKT Nurcahyo Utomo di Gedung KNKT, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

KNKT secara khusus merekomendasikan kepada Indonesia AirAsia dan Airbus. Untuk Indonesia AirAsia, KNKT meminta agar membuat prosedur komunikasi antara pilot dan kopilot. Terutama saat pesawat sudah terbang di atas ketinggian 10 ribu kaki‎.

"Yang kedua‎, para pilotnya harus dilatih bagaimana mengambil alih kendali dari satu pilot ke pilot lainnya saat terbang dalam keadaan kritis," ujar dia.

Indonesia AirAsia, kata pria yang akrab disapa Cahyo itu, pascakejadian telah melakukan 51 tindakan perbaikan. Hal itu sebagai upaya dalam rangka memperbaiki keadaan pesawat yang ada.

"Namun demikian ada hal yang masih kita tambahkan, yaitu agar dibuatkan prosedur untuk pilot tadi. Prosedur itu tadinya belum ada. Jadi kita minta untuk dibuat. Sehingga nantinya kalau prosedur itu belum ada, ya pilotnya tidak bisa ikut," tutur Cahyo.

Tak Boleh Improvisasi

‎Kemudian rekomendasi untuk Airbus, KNKT meminta agar perusahaan yang bermarkas di Toulouse, Prancis, itu membuat suatu metode pencegahan kepada pilot. Tujuannya, agar saat terbang pilot tidak melakukan improvisasi penanganan masalah pada pesawat di luar prosedur yang semestinya.

"Kepada Airbus kita minta agar dibuat metode pencegahan kepada pilot untuk tidak berimprovisasi di luar prosedur," ujar Cahyo.

Rekomendasi itu diminta KNKT, mengingat pilot berinisiatif melakukan penanganan yang berbeda di luar prosedur terhadap gangguan keempat, setelah 3 gangguan awal pada Rudder Travel Limiter (RTL) pesawat AirAsia QZ8501 muncul.

Dari penanganan berbeda di gangguan keempat itu mengakibatkan arus listrik ke Flight Augmentation Computer (FAC) terputus. Padahal FAC itu mengatur 7 komponen penting lainnya dalam pesawat. Termasuk RTL.

Akibat terputusnya aliran listrik pada FAC, maka RTL menjadi mati dan auto-pilot ‎serta auto-thrust tidak berfungsi. Dari sini mengakibatkan rangkaian kejadian lainnya sebelum pesawat nahas itu jatuh ke laut.

"Kita juga minta kepada Airbus, agar semua pilot Airbus di seluruh dunia diajari upset recovery training (pelatihan memperbaiki kondisi pesawat yang tidak wajar). Artinya (dengan pelatihan itu), pesawat yang dalam kondisi posisi atau sikap yang tidak wajar bisa dikembalikan (ke level normal) oleh pilotnya," pungkas Cahyo.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya