Mantan Ketua DPR Dihadirkan Jadi Saksi Suryadharma Ali

Marzuki Alie mengatakan, hubungan antara Suryadharma Ali dengan DPR saat itu memang kurang harmonis.

oleh Sugeng Triono diperbarui 07 Des 2015, 14:24 WIB
Diterbitkan 07 Des 2015, 14:24 WIB
Marzuki Ali
Marzuki Alie (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Suryadharma Ali, terdakwa kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun 2011-2013 menghadirkan mantan Ketua DPR Marzuki Alie sebagai saksi meringankan persidangan pada perkara yang menjeratnya ke Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam keterangannya, politikus Partai Demokrat tersebut mengatakan, penunjukan pihak-pihak yang menggunakan sisa kuota haji oleh Suryadharma Ali yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama lantaran waktu pemberangkatan sudah semakin dekat. Karena itu, jika kuota haji ini dikembalikan ke daerah seluruh Indonesia maka akan memakan waktu yang lebih lama.

"Waktunya sudah mepet. Kalau dikembalikan ke daerah itu kan lama lagi. Makanya menteri melakukan kewenangan untuk siapa sisa kuota itu. Tapi (penerima sisa kuota) tetap harus bayar," ujar Marzuki Alie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/12/2015).

Pada kesempatan itu, ia juga menjelaskan, hubungan antara Suryadharma Ali atau SDA dengan DPR saat itu memang kurang harmonis. Hal ini lantaran legislatif menuntut biaya haji harus ditekan sementara Kementerian Agama tidak dapat memenuhinya.

"Memang terjadi hubungan yang tidak harmonis. Biasanya hal yang tidak bisa dipenuhi kementerian akan menimbulkan konflik, biasanya tidak ketemu," kata dia.

 



Sebagai pemimpin DPR, Marzuki kemudian memerintahkan rapat konsultasi antara Kementerian Agama dengan lembaganya, khususnya Komisi VIII.

"Saya yang memimpinnya. Hingga ada kesepakatan, yang ikut hadir pemimpin Komisi VIII, ada beberapa wakil ketua, dari kementerian Pak Menteri sendiri (Suryadharma Ali)," pungkas Marzuki Alie.

Dakwaan Suryadharma Ali

Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pemanfaatan kuota dan penyelenggaraan haji, serta Dana Operasional Menteri (DOM). Suryadharma didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ia didakwa melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangannya menunjuk orang-orang tertentu sebanyak 180 orang yang tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Selain itu, ia juga mengangkat 17 Petugas Pendamping Amirul Hajj yang tidak sesuai ketentuan.

Dalam penunjukan PPIH tahun 2010, Suryadharma memerintahkan Dirjen PHU Slamet Riyanto menerbitkan Surat Keputusan yang mengatur persyaratan umum sebagai PPIH Arab Saudi, seperti harus PNS Kemenag, PNS Kementerian yang diusulkan oleh pemimpin instansi terkait, serta harus melalui tes dan pembekalan. Namun, menurut Supardi, Suryadharma memerintahkan untuk mengakomodasi permintaan anggota Panja Komisi VIII DPR agar memasukkan orang-orang yang mereka rekomendasikan untuk dapat menunaikan haji secara gratis dengan menjadi PPIH Arab Saudi.

Suryadharma juga memerintahkan agar mengakomodasi permintaan anggota DPR lainnya. Orang-orang yang direkomendasikan antara lain Nasrul Fuad, Wahyu Suryanto, Mohamad Thohir, Soenarso Minggu, Rijal Fikri Hakim Hasibuan, Syamsuar Muhammad Ali, Abu Bakar Al Kav, Kunandir Madsapingi, Mediana, Khana Nurokhman, dan Sugiyono Kodjrat Sardi. Suryadharma ini kembali melakukan perbuatan hal serupa pada 2011 dan 2012.

Supardi melanjutkan, pada 2013, Suryadharma memerintahkan Dirjen PHU yang baru, Anggito Abimanyu mengakomodasi permintaan beberapa anggota Panja Komisi VIII DPR dengan memasukkan orang-orang yang mereka rekomendasikan sebagai PPIH Arab Saudi agar dapat menunaikan ibadah haji secara gratis.

Perbuatan Suryadharma tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 13,132 miliar. Begitu pula dengan penggunaan DOM tahun 2011-2014 yang tidak sesuai peruntukannya, serta penyewaan perumahan jemaah haji di Arab Saudi dan pemanfaatan sisa kuota haji nasional tahun 2010-2012 yang tidak sesuai ketentuan. (*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya