Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dan tidak dapat menerima permohonan uji materi Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi (UU Grasi). Permohonan uji materi ini awalnya diajukan oleh 2 terpidana mati yang sudah dieksekusi mati, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Keduanya mengajukan bersama 5 pemohon lain, baik perorangan maupun LSM.
Telah dilaksanakannya eksekusi mati terhadap gembong narkoba asal Australia yang tergabung dalam kelompok Bali Nine itu menjadi salah satu pertimbangan MK terkait kedudukan hukum atau legal standing permohonan. Dengan demikian, MK menggugurkan kedua pemohon dalam permohonan ini.
"Bahwa dalam persidangan pendahuluan pertama yang dilaksanakan hari Rabu, 20 Mei 2015, kuasa hukum Pemohon I dan Pemohon II menyampaikan bahwa kedua Pemohon dimaksud telah menjalani eksekusi pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Anwar Usman saat membacakan pertimbangan amar putusan di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Kamis (10/12/2015).
"Meninggalnya kedua Pemohon menurut Mahkamah mengakibatkan hilangnya subjek hukum dalam permohonan a quo. Karena Pemohon I dan Pemohon II tidak lagi memiliki kedudukan hukum, maka Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon I dan Pemohon II gugur," ujar Anwar.
Adapun 5 pemohon lainnya, yakni Rangga Sujud Widigda (Pemohon III), Anbar Jayadi (Pemohon IV), Luthfi Sahputra (Pemohon V), Haris Azhar (Pemohon VI), dan Imparsial (Pemohon VII). Kelima pemohon itu menyatakan tetap mengajukan permohonan a quo dengan melakukan berbagai perubahan atau perbaikan permohonan.
Perubahan perbaikan tersebut, yang antara lain mengenai susunan atau urutan para Pemohon. Dengan begitu, Pemohon III naik menjadi Pemohon I, Pemohon IV menjadi Pemohon II, Pemohon V menjadi Pemohon III, Pemohon VI menjadi Pemohon IV, dan Pemohon VII menjadi Pemohon V.
Meski demikian, MK tetap menyatakan menolak dan menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi. Pertimbangannya, karena dalil Pemohon I tidak beralasan menurut hukum, serta para Pemohon II sampai V tidak mempunyai kedudukan hukum.
Baca Juga
"Mengadili, menyatakan menolak permohonan Pemohon I. Dalil pemohon dalam permohonan tidak beralasan menurut hukum. Menyatakan, permohonan Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, dan Pemohon V tidak dapat diterima," kata Anwar membacakan amar putusan.
Amar putusan terhadap Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, dan Pemohon V ini, Majelis melihat dan mencermati dalil mengenai kedudukan hukum para Pemohon tersebut. Majelis juga menilai alat bukti yang diajukannya untuk membuktikan kedudukan hukum mereka.
Majelis pun menilai, kelima Pemohon dapat dikategorikan menjadi 2 kategori. Yakni kategori pemohon berupa perseorangan warga negara, yaitu Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, dan Pemohon V. Kemudian kategori pemohon berupa badan hukum, yaitu Pemohon I.
Terhadap dua kategori Pemohon demikian Mahkamah juga mempertimbangkan kerugian dan atau potensi kerugian konstitusional masing-masing dalam kaitannya dengan objek permohonan. Dalam hal ini Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU Grasi.
"Mahkamah berpendapat bahwa Pemohon yang mendalilkan sebagai badan hukum, yaitu Pemohon I, memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ucap Anwar.
Kategori Pemohon berikutnya dalam permohonan ini adalah pemohon perseorangan warga negara Indonesia. Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV, dan Pemohon V yang dalam permohonannya tegas mendalilkan diri sebagai perseorangan dan bukan mengajukan permohonan atas nama organisasi, badan hukum, atau LSM, tempat mereka bergiat.
Setelah mencermati dalil-dalil para Pemohon kategori ini, menurut Majelis para Pemohon perseorangan tersebut tidak sedang berada dalam kedudukan yang terkena atau potensial terkena ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Grasi. Dengan kata lain, terdapat fakta hukum bahwa para pemohon perseorangan tersebut bukanlah pihak yang sedang mengajukan grasi kepada Presiden.
"Sehingga tidak memiliki kerugian atau potensi kerugian akibat keberadaan Pasal 11 ayat (1) UU Grasi. Apalagi jika kerugian konstitusional demikian dikaitkan dengan Pasal 11 ayat (2) UU Grasi yang mengatur isi putusan Presiden berupa pemberian atau penolakan grasi," ujar Anwar.
Atas dasar itu, permohonan para pemohon perseorangan itu tidak dapat diterima. Karena tidak memiliki legal standing yang sah untuk mengajukan uji materi Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) UU Grasi.