Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Masinton Pasaribu menyebut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sebagai sebuah produk Undang-Undang yang dipaksakan kehadirannya sehingga perlu direvisi.
Â
"Proses UU MD3 adalah proses yang dipaksakan pembentukannya. Idealnya memang dikembalikan pada sistem proporsional, maka perlu dilakukan revisi terhadap UU MD3. Proses (revisi UU MD3) enggak lama lah tergantung fraksi-fraksi, musyawarah mufakat antarfraksi," ujar Masinton di Gedung DPR, Senayan, Kamis 17 Desember 2015.
Ia juga menyatakan penentuan Pimpinan DPR dengan sistem paket sebagai hasil yang dipaksakan. Karena itu, UU MD3 yang dirujuk sebagai dasar aturan pemilihan pimpinan harus direvisi secara musyawarah mufakat antarfraksi.
Baca Juga
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu. Ia menuding aturan-aturan yang ada dalam UU MD3 saat ini dibuat berdasarkan dendam pemilihan Presiden 2014. Maka itu, ia berpendapat implementasi dari UU tersebut dipenuhi keburukan.
"Peraturan yang dibuat berdasarkan dendam kemarin itu tidak akan pernah menghasilkan produk yang baik. Ya kayak sekarang ini kan, MD3 dibuat bukan karena pertimbangan untuk kepentingan bangsa dan negara, produknya pasti akan menghasilkan keburukan-keburukan," ujar Adian.
Dia menyarankan sebelum revisi UU MD3 terlaksana, komposisi pimpinan DPR sekarang harus diubah agar kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan lebih baik. Ia menegaskan bahwa pemenang pemilu tidak boleh hanya menjadi penonton dari proses politik di DPR.
"UU itu harus diubah untuk kepentingan rakyat, untuk kepentingan negara, bukan karena kepentingan orang untuk bisa duduk di kursi jabatan," ucap Adian.