Kisah RJ Lino, Alumnus Belanda 'Penguasa' Pelabuhan

Saat menjadi Bos di Pelindo II, Lino mengirim 100 pegawainya untuk sekolah di luar negeri seperti Belanda, Belgia, Inggris,

oleh Eko Dimas Ryandi diperbarui 18 Des 2015, 19:59 WIB
Diterbitkan 18 Des 2015, 19:59 WIB
RJ Lino
(Foto: Indonesiaport)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Richard Joost Lino  bukanlah sosok yang asing di dunia pelabuhan Indonesia. Pria kelahiran Rote, Nusa Tenggara Timur, 7 Mei 1953 ini akrab disapa koleganya dengan panggilan RJ Lino.

Lino, hari ini, membetot perhatian karena KPK menetapkan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II ini sebagai tersangka. 

Karir Lino di bisnis pelabuhan dimulai saat dirinya dipercaya menjadi manajer proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok atas dana Bank Dunia pada tahun 1978 – 1979. Setelah itu, pada 1990, dia pun mulai bekerja di Pelindo II.

Sebelum menjabat sebagai Direktur Pelindo II pada 2009, Lino pernah mengemban sejumlah posisi penting di dunia bisnis pelabuhan. Saat itu, dia duduk sebagai Managing Director of Port Guigang, Guangxi, Cina.

Lino berhasil menjalin kerja sama dengan pemerintah lokal dalam mengakuisisi sebuah pelabuhan dan menyelesaikan persetujuan jual-beli.

Karena itu pula, Lino berkesempatan dan sukses memasarkan pelabuhan Guigang kepada pemerintah Provinsi Guangdong, Hong Kong, Senzhen dan provinsi-provinsi land lock (Yunan, Guizhou, dan Sichuan).

Lino sendiri merupakan alumni Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung pada 1978. Ilmunya makin bertambah setelah dia menempuh pendidikan Diploma in Hydraulic Engineering, The International Institute for Hydroulic and Enviromental Engineering, Delft, Belanda.

Tidak berhenti di situ. Dua tahun kemudian, Lino menempuh pendidikan di Senior Course on Port and Harbour Engineering, Tokyo, Jepang dan di tahun berikutnya, Lino sukses menyelesaikan Project Management Course, Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia, Amerika Serikat.

Bagi RJ Lino, proyek-proyek besar bernilai triliunan rupiah yang dikerjakan Pelindo II sangat tergantung pada human resources. Untuk mewujudkan harapannya itu, ia mengirimkan 100 pegawai Pelindo II untuk mengambil program master di luar negeri seperti Belanda, Belgia, Inggris, Swedia, dan Cina.



Hari ini, berita buruk menimpa Lino. Penetapannya sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane ‎di Pelindo II tahun anggaran 2010.

‎"KPK menemukan 2 alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status penyelidikan perkara itu ke penyidikan dan menetapkan RJL, Dirut Pelindo II Persero sebagai tersangka," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, ‎dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/12/2015).

Yuyuk menjelaskan, RJ Lino diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai Dirut Pelindo II dalam proyek pengadaan Quay Container Crane tersebut untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koorperasi.

Penyalahgunaan wewenang ini dilakukan RJ Lino dengan memerintahkan penunjukan langsung kepada perusahaan China untuk pengadaan 3 buah Quay Container Crane tersebut.

"RJL diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan cara memerintahkan penunjukkan langsung pengadaan Quay Container Crane kepada perusahaan China," ujar dia.

Oleh KPK, RJ Lino disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kasus ini bermula dari penyelidikan terhadap laporan Serikat Pekerja Pelindo II kepada KPK pada 2014. Kala itu, para Serikat Pekerja Pelindo II melaporkan manajemen Pelindo II terkait sejumlah hal yang dianggap ganjil.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya