Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha mengatakan, pemerintah harus tunduk kepada Undang-Undang APBN dan PNBP Nomor 20 tahun 1997, sebelum memutuskan untuk memungut biaya ketahanan energi dari masyarakat.
"Karena apapun juga bentuk pungutan kepada masyarakat langsung maka harus di diskuskan dengan DPR dalam siklus pembahasan APBN, karena itu menyangkut masalah pendapatan," ujar Satya di Jakarta, Sabtu (2/1/2016).
Kata Satya, dalam setiap pendapatan yang diterima, negara harus menjelaskan bagaimana kalkulasi pembelanjaannya sebelum akhirnya diputuskan di badan anggaran oleh DPR.
"Saya sarankan dana ketahanan energi ditunda hingga masa pembahasan APBNP," ujar Satya.
Baca Juga
Dia mengungkapkan, Komisi VII baru bisa menjadwalkan pemanggilan Menteri ESDM setelah paripurna yang jatuh pada tanggal 11 Januari 2016.
Meskipun keputusan Menteri ESDM akan diberlakukan 5 Januari, ia mewanti-wanti agar dana ketahanan energi tetap bisa dimasukan dalam APBNP 2016.
"Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang energi, pasal 29 dan pasal 30 itu tidak secara eksplisit menyebutkan bagaimana mekanisme pemungutan daripada masyarakat terhadap dana ketahanan energi," jelas Satya.
Politikus Partai Golkar itu menuturkan, jika pemerintah ingin melakukan pungutan dana ketahanan energi, terdapat dua opsi, pertama, pada saat pembahasan APBNP 2016 pemerintah dan DPR bisa menyisihkan anggaran penerimaan dari sektor migas.
"Kita sisihkan 5 persen untuk pengembangan energi alternatif," tandas Satya.