Liputan6.com, Jakarta - Polemik internal di tubuh Partai Golkar belum juga menunjukkan tanda akan berakhir. Dua Kubu yang berseteru, yakni Golkar pimpinan Aburizal Bakrie dan Golkar kubu Agung Laksono keukeh bahwa pihaknya sebagai pengurus sah.
Terbaru, hasil putusan kasasi perselisihan internal Partai Golkar di Mahkamah Agung (MA) menetapkan, kepengurusan Partai Golkar kembali ke Musyawarah Nasional atau Munas Riau 2009.
Dengan demikian, kepengurusan sah partai adalah Golkar pimpinan Aburizal Bakrie. Namun badai perselisihan kembali melanda. Sebab, masa berlaku kepengurusan Munas Riau berakhir 31 Desember 2015.
Gollkar hari ini pun menjadi partai yang tidak mempunyai status hukum di mata pemerintah.
Advertisement
Tak ingin Golkar menjadi Partai 'Hantu', Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung pun meminta segera dilakukan konsolidasi internal baik di tingkatan pusat mau pun daerah.
"Kami para senior, mantan aktivis Golkar yang telah berkiprah cukup lama, berharap agar bagaimana kita bangun kembali Golkar, bagaimana Golkar bisa menghadapi lagi agenda partai dan politik ke depan. Peluang yang bisa digunakan adalah munas," kata Akbar di kediamannya, Jakarta Selatan, Minggu 3 Januari 2016).
Akbar mengaku sepakat dengan Munas. Hal ini tidak lain sebagai upaya menyelesaikan konflik antar-kubu partai berlambang beringin tersebut.
Akbar berpendapat, penyelenggaraan Munas harus dilaksanakan melalui pembentukan satu kepanitiaan, yang terdiri dari kader yang memiliki komitmen.
"Komitmen kuat untuk ikut aktif dalam menyelesaikan konflik dan membangun kembali kebesaran partai, serta memenuhi prinsip Partai Golkar," kata dia.
Kubu Agung Sepakat
Pimpinan Golkar hasil Munas Ancol Agung Laksono menyatakan, dicabutnya SK Menkumham itu bukan berarti secara otomatis kepengurusan yang sah dari DPP Partai Golkar hasil Munas Bali. Bukan pula hasil Munas Riau 2009.
Karena itu, Agung meminta Mahkamah Partai Golkar (MPG) segera mengambil langkah agar kekosongan di tubuh partai berwarna kuning ini tidak berlarut-larut.
"MPG agar segera melakukan persidangan dan mengambil keputusan yang menjadi landasan kedua kubu terutama dalam upaya melaksanakan Munas bersama paling lambat akhir Januari 2016," tutur dia.
Selain itu, pihaknya meminta kepada seluruh kader dan partisipan Partai Golkar agar tetap tenang menyikapi persoalan-persoalan ini. Ia berharap, para kader tetap mendukung upaya memperbaiki Partai Golkar.
"Para kader dan simpatisan agar selalu mendukung langkah-langkah konstruktif yang kami lakukan untuk menjamin tetap tegaknya eksistensi Partai Golkar bagi bangsa dan negara," ucap Agung.
Agung menyatakan, telah menerima surat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terkait nasib partai berlambang beringin itu.
Surat bernomor M.HH-23.AH.11.01 itu diterbitkan terkait pencabutan SK Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol.
Dengan begitu, kepengurusan DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono menjadi tidak sah. Hal itu berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) nomor 490K/TUN/2015.
Priyo Budi Santoso, petinggi Partai Golkar kubu Ancol menilai permasalahan partai hanya bisa diselesaikan dengan Munas bersama. Munas tersebut diharapkan dapat diselenggarakan segera.
"Satu-satunya jalan penyelamatan adalah dengan Munas bersama yang diselenggarakan secepatnya tahun 2016 ini," kata Priyo Budi Santoso kepada Liputan6.com di Jakarta, Sabtu 2 Januari 2016.
Dia mengapresiasi langkah para politikus senior Partai Golkar dalam mencari solusi masalah partai. Karena apa yang disampaikan mereka, merupakan langkah bijak dalam menyelesaikan persoalan partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Pendapat dari Bang Akbar itu sangat kami apresiasi. Sepenuhnya kami menghormat pikiran-pikiran wisdom seperti ini," ujar Priyo.
Sejak 1 Januari 2016, kata dia, Partai Golkar mengalami vacuum of power atau kekosongan kekuasaan. Tidak ada Dewan Pimpinan Pusat pihak manapun yang sah secara hukum bisa bertindak atas nama Partai Golkar.
"Kepengurusan Ancol dicabut dan pada saat bersamaan Mahkamah Agung (MA) menolak menghidupkan kubu Bali. Golkar memasuki hari-hari yang gelap," tukas Priyo.
Golkar Ical Menolak
Jika kubu Agung sepakat Munas sebagai solusi konflik internal, Golkar kubu Aburizal Bakrie justru menolak Munas bersama dengan kubu Agung Laksono.
Hal itu merupakan hasil rekomendasi pertemuan konsolidasi nasional dengan DPD I Golkar seluruh Indonesia di Bali, Senin 4 Januari 2016 kemarin.
Ketua Harian DPP Golkar hasil Munas Bali, Nurdin Halid mengatakan, DPD I justru menginginkan agar DPP Golkar melaksanakan hasil Munas Bali.
"Ketua DPD I se-Indonesia tidak berkehendak melakukan Munas atau pun Munas luar biasa sebelum 2019. Sesuai AD/ART, Munas baru bisa dilakukan atas persetujuan DPD," kata Nurdin Halid saat dihubungi di Jakarta, Selasa 5 Januari 2016.
Dia melanjutkan, konsolidasi tersebut juga merekomendasikan Golkar menyiapkan kajian secara objektif mengenai bergabung atau tidaknya Golkar dengan pemerintah.
"Tapi, bukan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ya," kata dia.
Bendahara Umum DPP Golkar kubu Aburizal Bakrie, Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya enggan Munas bersama karena sudah mengirimkan kepengurusan Golkar yang baru ke Kemenkumham.
"Sudah lama di daftarkan, tapi minggu di daftarkan kembali karena harus mengakomodir beberapa pengurus dari pihak Ancol," kata pria yang biasa disapa Bamsoet ini.
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie menilai, untuk menentukan pengurus Partai Golkar yang sah, partai berlambang beringin itu tidak perlu menggelar Musyawarah Nasional (Munas). Sebab, putusan Pengadilan Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi Jakarta telah menyatakan kepengurusan Munas Bali adalah kepengurusan yang sah.
"Jadi kalau begitu apakah perlu Munas atau tidak? Kalau mengacu pada putusan pengadilan Jakarta Utara yang sudah dikuatkan PT Jakarta, tapi sekarang masih menunggu kasasi, tapi putusan itu bisa dieksekusi meskipun ada banding dan kasasi, jadi Yasonna harus melihat ke situ," ujar Yusril usai bertemu dengan Wapres JK di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa 5 Januari 2016.
"Jadi menurut saya, tidak perlu diadakan Munas lagi karena putusan pengadilan Jakarta Utara dan PT Jakarta yang berlaku serta-merta mengatakan Munas Bali itu sah, dan kepengurusan yang dihasilkannya adalah sah. Jadi untuk apa ada Munas lagi?," ujar Yusril.
Menurut Yusril, persoalan Golkar tidak hanya dilihat di putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), tapi juga dilihat pada putusan Pengadilan Negeri (PN). Putusan PTTUN itu sudah final dengan ada putusan kasasi Mahkamah Agung (MA).
"Isinya memerintah kepada Yasonna untuk mencabut SK yang mengesahkan Golkar hasil Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono, dan sudah dicabut oleh Yasonna tapi Yasonna mengatakan tidak menerbitkan pengakuan atau pengesahan terhadap Munas Bali yang mengesahkan kepemimpinan ARB, karena tidak diperintahkan MA," papar Yusril.
Kepengurusan Transisi
Konflik internal yang tak juga berakhir membuat kader muda partai beringin bereaksi. Juru Bicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga meminta kepada Mahkamah Partai Golkar segera membentuk kepengurusan DPP Transisi.
Menurut dia, saat ini hanya Mahkamah Partai yang memiliki legal standing untuk menyelesaikan konflik internal partai termasuk membentuk kepengurusan DPP Transisi.
"Pembentukan kepengurusan DPP Transisi untuk mengisi kekosongan ini dan segera melaksanakan Munas," kata Andi di kediaman Dewan Pertimbangan DPP Golkar Akbar Tanjung, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu 3 Januari 2016.
Andi juga meminta Mahkamah Partai untuk memperpanjang kepengurusan DPP Munas Riau, sehingga dapat mendorong terselenggaranya Munas.
"Yang paling penting bagi generasi muda Partai Golkar adalah bagaimana cara Munas itu bisa terselenggara. Dan kami sependapat dengan Pak Akbar Tandjung. Yang jelas ini untuk penyelesaian konflik Partai Golkar," ujar Andi.
Lebih lanjut Andi meminta agar kubu Munas Bali dan Munas Ancol untuk sama-sama legowo demi tuntasnya konflik internal Partai Golkar.
"Tentu saja kita juga mendorong supaya senior-senior yang ada di (Munas) Ancol juga legowo untuk bisa berunding. Begitu juga di kubu munas Bali," kata Andi.
Menurut dia, konflik internal berkepanjangan ini harus segera diselesaikan. Sebab, persoalan tersebut sudah merugikan seluruh pengurus partai khususnya generasi penerus Partai Golkar.
"Konflik ini tidak mungkin terus-menerus dilakukan, tidak produktif bagi teman-teman muda yang berhak untuk menerima tongkat estafet kepemimpinan Partai Golkar," tambah dia.
Selain itu, Andi juga menilai konflik berkepanjangan ini justru memberikan pendidikan politik yang tidak sehat bagi penerus maupun perkembangan politik di Tanah Air.
"Ini sudah memberikan pendidikan politik yang tidak sehat buat kepentingan bangsa dan negara kita. dan merusak regenerasi kader Golkar," ucap Andi.
MPG Siap Sidang
Ketua Mahkamah Partai Golkar (MPG) Muladi akan segera berkomunikasi dengan 3 anggota MPG lainnya, yaitu Andi Mattalatta, HAS Natabaya, dan Djasri Marin.
Dia pun berencana akan segera menggelar sidang secara tertutup pada Rabu 6 Januari ini guna memberikan rekomendasi siapa saja yang akan melaksanakan Munaslub.
Meski demikian, dia enggan membeberkan lokasi rapat tersebut.
"Besok sore kami akan rapat MPG di suatu tempat. Nanti dirumuskan rekomendasi, kemungkinan siapa yang melaksanakan dan bertanggung jawab soal Munas," ungkap Muladi Selasa 5 Januari 2016.
Terkait mekanisme Munas, Muladi menegaskan belum mengetahui pasti, lantaran dari hasil rekomendasi itu, adalah bentuk tim.
"Belum sampai ke situ, nanti diserahkan ke satu tim, nanti dbentuk (tim), dan diserahkan kepada tokoh-tokoh itu," kata dia.
Terkait hasil dari Rapat Konsultasi Nasional kubu Aburizal Bakrie atau Ical yang mengatakan tidak ada Munaslub hingga 2019, Muladi pun tidak mempermasalahkannya.
"Tidak apa-apa. Apalagi yang tidak menganggap rekomendasi kami. Yang jelas bahwa Mahkamah Partai kami masih diakui oleh Menkumham dan dari Putusan PN Jakut, Munas Riau belum dicabut. Berarti Mahkamah Partai kami yang sah," ujar Muladi.
Senada, anggota Poros Muda Golkar, Ahmad Dolly Kurnia menegaskan MPG-lah yang saat ini mempunyai legal standing.
"Memang Mahkamah Partai yang punya legal standing. Karena itu kita mengajukan untuk menyelesaikan masalah internal kita. Dan saya optimis ini bisa selesai," tegas Dolly.