Liputan6.com, Bogor - Praktik jual beli buku Lembar Kerja Siswa (LKS) masih marak dilakukan sejumlah pendidik di Kota Bogor, Jawa Barat. Tak sedikit orangtua siswa, terutama warga kurang mampu, mengeluhkan hal itu.
Mengantisipasi hal itu, Pemkot Bogor menanggung biaya LKS SD dan melarang seluruh SD negeri menjual buku tersebut kepada siswa.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Edgar Suratman mengatakan, alokasi anggaran dari APBD senilai Rp 2 miliar itu untuk mencegah praktik jual beli buku LKS oleh pihak sekolah yang kerap kali dikeluhkan orangtua siswa. Sementara ini, kebijakan LKS gratis diutamakan bagi siswa SD kelas III hingga kelas VI.
"Kalau anggarannya cukup, semua siswa akan dibebaskan pembelian LKS. Kalau tidak cukup dana, ya berarti kelas III sampai VI dulu," kata Edgar, Jumat (8/1/2016).
Ia mengingatkan, dengan program LKS gratis, pihak sekolah dilarang membebankan biaya tersebut kepada orangtua siswa. Dia menegaskan, "Jika masih ada sekolah yang berani, pasti dijatuhi sanksi tegas. Semua sekolah tidak boleh menjual LKS. Dan, kelas 1 tidak diwajibkan menggunakan LKS."
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 2008 mengatur bahwa guru dan petugas dinas pendidikan dilarang menjual LKS. Namun, praktik jual beli LKS masih marak di tingkat SD dan SMP di Bogor.
Baca Juga
Baca Juga
Praktik penjualan LKS ini dilakukan di luar sekolah dengan menunjuk sejumlah toko maupun warung karena adanya aturan yang melarang sekolah menjual LKS. Bahkan, rumah salah seorang warga diduga menjadi tempat khusus pembelian LKS bagi siswa SDN 1 Babakan.
"Anak saya harus membeli LKS di rumah yang ada di dalam gang depan sekolah," ujar salah satu orangtua siswa kelas 1 di SDN Babakan, ketika ditemui di kediamannya belum lama ini.
Alasan guru meminta orangtua siswa membeli LKS karena khawatir tertinggal dengan siswa sekolah lain yang menggunakan LKS. Padahal, anak tersebut masih duduk di bangku kelas 1 SD.
"Bilangnya sih gitu. Kalau enggak beli, bisa ketinggalan sama sekolah tetangga. Tapi, saya pikir apa perlu kelas 1 juga pakai LKS," ucap orangtua siswa kelas V SDN Malabar.
Ia berharap Dinas Pendidikan menegur dan mengarahkan pihak sekolah terutama guru kelas 1 dan II menggunakan sistem pengajaran seperti dahulu. "Dulu guru yang aktif. Sekarang ada LKS, guru jadi malas," ucap ibu yang tidak mau disebut namanya itu.
Advertisement