Liputan6.com, Jakarta - 27 Januari 8 tahun lalu, Rumah Sakit Pusat Pertamina mendadak diselimuti duka. Tim dokter kepresidenan mengumumkan, Presiden Kedua RI Soeharto wafat. Tangispun pecah di ruang perawatan VVIP itu.
"Saya lihat ke atas, situasi mengharukan, dari pihak kerabat, keluarga. Cukup menyedihkan kita kehilangan Presiden kita. Keluarga besar kumpul semua. Banyak pejabat di masa beliau kumpul semua," kata AKBP Dicky Sondani ketika dihubungi di Serang, Jawa Barat, Rabu (27/1/2016).
Saat itu Dicky menjabat sebagai Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Baru yang bertanggungjawab penuh atas keamanan sang Jenderal.
Kematian Soeharto di luar diprediksi. Termasuk oleh tim kedokteran yang terus memantau kondisi Soeharto saat kritis. Sebab, dokter mengira Pak Harto akan sembuh total dari penyakitnya. Karena pada Sabtu malam, 26 Januari 2008, keadaan Pak Harto semakin membaik. Bahkan sempat diprediksi dapat kembali ke rumah 3 sampai 4 hari mendatang.
"Saya ke atas ke lantai 3 atau 4 gitu saya lupa. Dari tim kedokteran Pak Harto bilang, Pak Harto sudah tidak ada. Dia minta tolong untuk disiapkan pengamanan," ujar Dicky.
Baca Juga
Dicky panik. Dia harus mempersiapkan segala sesuatunya saat itu juga. Dia sibuk mengomandoi pasukannya untuk bersiap melakukan pengamanan. Gerak-geriknya tercium wartawan. Para jurnalis mendesak dia untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dalam keadaan terdesak, diapun mengumumkan kabar duka itu.
"Saya waktu itu tidak ada niat pengumumam, saya siapkan pengamanan. Nah, media curiga ada apa Kapolsek menyiapkan pengamanan. Saya ditanya ada apa, ya saya sampaikan saja apa yang dokter sampaikan kepada saya. Bahwa dari pernyataan dokter Pak Harto meninggal, bahwa Presiden kedua kita meninggal dunia," kata dia.
Meski telah delapan tahun berlalu, ingatan akan meninggalnya Soeharto masih terekam jelas di kepala Dicky Sundari, yang kini menjabat Kepala Divisi Propam Polda Banten.
Selama menjaga RSPP Jakarta, Dicky mengomandoi 80 personel kepolisian yang terdiri dari 30 anggota Polsek Kebayoran Baru dan 50 dari Polres Jaksel.
Sebanyak 80 anggota itu, harus mampu berjaga 24 jam selama hampir 1 bulan di RSPP Jakarta. Sehingga, saat kabar buruk sekalipun, aparat kepolisian yang dikomandoi olehnya tetap siaga berjaga.
"Saya dapat dari Pak Khairul, Kapolres Jaksel, tolong di back up pengamanan 1x24 jam. Saya hampir satu bulan di sana nggak pulang-pulang. Saya cuma ganti baju di polsek balik lagi. Saya kontrol anak buah saya yang ada di lift hingga ruangan Pak Harto," ujar Dicky.
Advertisement