Pabrik Toshiba dan Panasonic Tutup Terkait Kereta Cepat?

Penutupan pabrik itu dikabarkan terkait dengan kekalahan Jepang dalam proyek kereta cepat. Benarkah?

oleh Devira PrastiwiLuqman Rimadi diperbarui 04 Feb 2016, 16:24 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2016, 16:24 WIB
20151001- Pramono Anung-Jakarta
Sekretaris Kabinet Pramono Anung usai melakukan pertemuan tertutup dengan Ketua DPR Setya Novanto di Gedung DPR, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/10/2015).(Liputann6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan elektronik Toshiba dan Panasonic mengurangi tenaga kerjanya lantaran adanya penutupan pabrik di Indonesia. Penutupan itu dikabarkan terkait dengan kekalahan Jepang dalam proyek kereta cepat.

Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung membantah kabar tersebut. Menurut dia, penutupan pabrik itu lantaran adanya penurunan kapasitas sehingga melakukan relokasi.

"Dan ini sebenarnya tidak ada sama sekali hubungannya dengan kereta cepat," ujar Pramono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/2/2016). ‎

Menurut dia, walau kalah dengan Tiongkok dalam mengerjakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung itu, sebenarnya pihak Jepang juga telah mendapatkan pengerjaan proyek infrastruktur yang nilainya sebanding dengan proyek kereta cepat. ‎

"K‎arena mereka juga di beberapa hal mengerjakan yang nilainya hampir sama dengan nilai kereta cepat, mereka juga mengerjakan. Misalnya di projek electric city, kemudian nanti itu di Kementerian Perhubungan, sehingga sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan kereta cepat," ucap Pramono.

Setelah isu keterkaitan antara penutupan tiga pabrik Panasonic dan Toshiba dengan proyek kereta cepat beredar, pihak Panasonic dan Toshiba langsung memberi konfirmasi dan membantah hal tersebut kepada pemerintah RI.

"‎Sudah, sudah. Kemarin mereka malah yang telepon karena untuk dilaporkan ke Bapak Presiden (Jokowi)," ucap Pramono.

Komentar Gerindra

Pembangunan kereta cepat dinilai masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat termasuk di kalangan elite politik. Kendati, Presiden Joko Widodo sudah meresmikan dan meletakkan batu pertama (groundbreaking) pada 21 Januari 2016 lalu.

Politikus Ahmad Muzani yang juga Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPR turut menanggapinya.

"Soal kereta cepat, kita (Gerindra) dapat penjelasan dari menteri dan pejabat terkait saat telah diambil keputusan. Setelah proses berjalan, kami anggap di antara kementerian satu dan lain berbeda," ucap Ahmad Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).

Menurut dia, ada penjelasan yang disembunyikan, tidak lengkap, dan tak sempurna diinformasikan ke masyarakat, sehingga menjadi masalah.

Muzani memberi contoh soal permodalan kereta cepat. Dulu, imbuh Muzani, menteri terkait bilang dana kereta cepat berasal dari business to business (BTOB). "Namun sekarang kita tahu jika anggarannya itu harus dapat jaminan dari APBN."

"Kalau terjadi proyek yang bebani anggaran negara, bagaimana penjelasannya bisa katakan ini BTOB tidak bebankan uang negara (APBN). Ini perekonomian panjang sampai 50 tahun ke depan. Kami juga dijelaskan tentang monopoli penggunaan rel yang tidak sesuai dengan UU, oleh karenanya sebaiknya dihentikan saja (kereta cepat)," ujar Muzani.

Dana Rp 60 triliun, sambung dia, sebaiknya digunakan untuk investasi yang lebih produktif. Gerindra inginkan agar presiden tidak perlu malu walaupun sudah meletakkan batu pertama.

"Ini semua untuk selamatkan anggaran negara, maka hentikanlah proyek ini (kereta cepat)," tutup Muzani.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya