Cerita Miris Guru Honorer Bergaji Rp 300 Ribu per Bulan

Dengan gaji Rp 300 rubu per bulan, Mastawati (40) tetap harus mengajar selama 6 hari sepekan.

oleh Muslim AR diperbarui 10 Feb 2016, 19:33 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2016, 19:33 WIB
20160210-Tuntut Jadi PNS, Ribuan Guru Honorer se-Indonesia Kepung Istana-Jakarta
Ekspresi seorang pengunjuk rasa saat menyuarakan orasinya di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (10/2). Guru honorer dari seluruh Indonesia itu menuntut Pemerintah agar mengangkat mereka sebagai PNS (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Dengan gaji Rp 300 ribu per bulan, Mastawati (40) tetap harus mengajar selama 6 hari dalam sepekan. Penghasilannya itu masih harus dikurangi biaya transportasi Rp 120.000 per minggunya.

"Jauh mas, kalau gaji saja 2 minggu juga habis," ujar Mastawati kepada Liputan6.com di sela-sela aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (10/2/2016).

Wati, sapaan akrabnya, menggantungkan hidupnya pada penghasilan suami yang bekerja sebagai buruh. Dengan gaji di bawah Rp 80.000 per harinya.

"Ya mau bagaimana lagi, suami bekerja sebagai buruh untuk membiaya 2 orang anak kami yang kuliah," ujar warga Cikarang Selatan ini.

Mastawati sudah 10 tahun menjadi guru honorer di SD Negeri di Cikarang Selatan. Ia menjadi guru karena wasiat bapaknya sebelum meninggal dunia.

"Dulu saya enggak kerja, cuma suami saja. Tapi sejak bapak meninggal dan ia berwasiat agar saya jadi guru," kisah Martawati.

Lain halnya dengan Badri (50). Bapak 2 anak ini protes ke Jokowi dengan memakai baju seragam sekolah merah putih. Ia sengaja memakai baju seragam itu ingin mengingatkan Jokowi, bahwa pembangun infrastruktur memang perlu. Tapi jika kesejahteraan guru tak diperhatikan, pembangunan sumber daya manusia pasti akan hancur.

"Sudah 20 tahun saya mengajar di SMA tapi cuma dapat Rp 500 ribu per bulannya, semoga Pak Presiden mendengarnya," ujar Badri di tengah-tengah aksi unjuk rasa guru honorer di depan Istana.

Tak jarang, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Badri berjualan burung yang diternakkannya. Atau bekerja serabutan di hari-hari libur mengajar.

"Kadang saya kasih tugas sama anak-anak lalu izin ke pasar sebentar untuk berjualan burung," kisah lelaki yang mengajar di SMA Negeri di Madura ini.

Badri dan Mastawati, hanya beberapa orang dari puluhan ribu guru honorer lainnya yang hanya dibuai janji.

"Kemarin dijanjikan pada 15 September 2015 akan diangkat PNS, tapi kami dibohongi. Tanggal 20 Januari 2016 Menteri Yudi bohong, dia bilang pemerintah enggak punya anggaran," ujar Badri dengan suara lantang.

Dari beberapa guru honorer yang berunjuk rasa, mereka mengutarakan alasan yang sama kenapa mereka berdemonstrasi. Bahkan banyak di antara guru itu tak akan pulang, sebelum Jokowi memenuhi tuntutan mereka.

"Kami tak akan pulang, kami tidur di bus, pokoknya presiden harus temui kami," kata Badri.

Badri datang ke Jakarta dari Madura bersama 968 guru honorer lainnya. Mereka sudah bertekad tak akan kembali sebelum ada kejelasan atas nasibnya.

Lebih dari 50 ribu guru tak puas dengan kelayakan hidup yang tak kunjung membaik. Para guru ini menggelar aksi unjuk rasa mendesak presiden untuk mengeluarkan keputusan agar anggaran dan regulasi pengangkatan mereka cepat selesai.

Meski sempat diguyur hujan, para guru ini bergeming di depan Istana Negara. Jas hujan dan spanduk jadi tameng mereka dari hujan. Hingga Rabu sore, puluhan ribu guru honorer ini masih berorasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya