Liputan6.com, Jakarta - Sudah hampir setahun berlalu, tapi kasus pembunuhan Akseyna Ahad Dori belum juga terkuak.
Mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Biologi Universitas Indonesia (UI) yang karib disapa Ace itu dihabisi dengan cara diseret ke pinggir Danau Kenanga UI. Lima buah batu konblok diikatkan ke tubuhnya sebagai pemberat sebelum dia ditenggelamkan.
"Saya menuntut negara bertanggung jawab atas kasus (tewasnya) anak saya. Negara bertugas memberikan keamanan, dalam hal ini kepolisian," kata ayahanda Akseyna, Kolonel (Sus) Mardoto kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (11/2/2016).
"Sampai kapan pun kasus anak saya harus tetap diselidiki. Tidak boleh ditutup," kata dia.
Baca Juga
Mardoto memaklumi proses penyidikan tak bisa diberi tenggang waktu karena upaya mengumpulkan bukti tidak mudah. Ia mengaku polisi masih terus mengkoordinasikan langkah-langkah penyidikan kepadanya, misalnya memberitahukan identitas saksi dan jadwal pemeriksaan.
"Saya yakin polisi masih terus menyelidiki kasus anak saya. Terbukti minggu (pekan) kemarin ada saksi yang diperiksa. Tapi bukan kapasitas saya berbicara siapa dan dari mana yang diperiksa," ujar Mardoto.
Terkait Komunitas LGBT UI?
Sumber Liputan6.com dari kepolisian membeberkan ada indikasi hubungan antara kematian Ace dengan komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di 'kampung kuning' tersebut. Sumber itu menjelaskan pihaknya sudah memeriksa seorang saksi yang dinilai penyidik layak sebagai potential suspect (terduga kuat).
Perwira itu juga menegaskan tentang opini yang berkembang bahwa kawan Ace, Jibril, merupakan terduga kuat pelaku adalah tidak benar. Menurut dia, ada unsur cemburu antara sang pembunuh, Ace, dan Jibril karena Jibril beberapa kali datang ke rumah kos Ace.
"Pelakunya bukan Jibril. Itu kan media pertama kali yang bentuk opini, seakan-akan Jibril pelakunya. Janganlah, kasihan. Dia tidak bersalah. Iya (ada unsur pembunuh Ace cemburu dengan kedekatan Ace dan Jibril)," pungkas sumber tersebut.
Advertisement