Legenda Tewasnya Raja Judi di Kalijodo

Suatu malam pada 1993 silam, terjadi perselisihan di sebuah rumah judi di Kalijodo.

oleh Nadya Isnaeni diperbarui 12 Feb 2016, 11:19 WIB
Diterbitkan 12 Feb 2016, 11:19 WIB
20160211-Mengintip Lokalisasi Kalijodo yang Berusia Setengah Abad
Warga yang melintasi kawasan Kalijodo pada siang hari di Jakarta, Kamis, (11/02). Ada puluhan Cafe esek - esek dan lebih dari 400 PSK yang bekerja disana. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Tak melulu tentang kisah cinta sesaat. Kalijodo di Penjaringan, Jakarta Utara, juga menyimpan cerita kelam lain dari lokalisasi judi yang dikuasai 2 kelompok di kawasan tersebut.

"Perjudian di Kalijodo semakin besar karena tempatnya yang terbuka," seperti ditulis Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti dalam bukunya, Geger Kalijodo, yang dikutip Liputan6.com Jumat (12/2/2016).

"Banyak lorong-lorong dan gang sempit yang memudahkan para 'bandot' (bandar judi) dan petaruh lari jika ada penggerebekan polisi," kata dia.

Seperti kisah Daeng Leang si Raja Taruh yang melegenda. Saat menuliskan kisah tersebut, Krishna menjabat Kapolsek Metro Penjaringan (2001-2004).

Suatu malam pada 1993, terjadi perselisihan di sebuah rumah judi. Lokasinya hanya 200 meter dari rumah judi kelompok lawan milik Daeng Leang.

Krishna bercerita di rumah tersebut terjadi perang mulut antara para petaruh dan bandar judi. Hingga puncaknya, meja judi pun dibalikkan. Dan tiba-tiba terdengar suara pelatuk senapan.

Tak Pernah Ditemukan

Tembakan itu memicu rusuh. Kelompok judi Daeng Leang diduga sebagai pemicu konflik di rumah judi tersebut. Kedua kelompok pun saling lempar batu bata. Akibatnya sebanyak 7 rumah rusak.

Namun Daeng Leang bak menjemput ajalnya sendiri. Setelah bentrok reda, dia mendatangi rumah kelompok judi yang semula rusuh tersebut lantaran mengira situasi sudah aman.

Disebutkan, Leang tewas setelah ditusuk oleh anggota kelompok di rumah judi itu. Jenazahnya lantas diseret sejauh 20 meter dan lantas diceburkan ke kali.

Ada yang menyebut jika jasadnya muncul di permukaan air. Namun sebagian lain percaya, 'tubuh kaku' Leang tak pernah terlihat.

"Walaupun jenazah Leang akhirnya menyembul ke atas kali. Namun versi lain dari cerita lisan yang beredar di kalangan masyarakat sekitar menyebutkan, mayat Leang tak pernah ditemukan. Cerita inilah yang sampai sekarang melegenda di kalangan warga Kalijodo," tutur Khrisna.

"Cerita permusuhan antarkelompok inilah yang kemudian diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu pihak memandang Leang sebagai tokoh panutan, sedangkan kelompok lain melihatnya sebagai orang jahat yang berhasil disingkirkan," sambung Krishna.

Suasana Kalijodo pada siang hari di Jakarta, Kamis, (11/02). Kawasan Kalijodo yang luasnya kurang lebih lima hektare merupakan kawasan padat penduduk yang terdiri dari lebih dari 2.000 KK. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Krishna bercerita, sepeninggal Leang, bentrok antar-kelompok di Kalijodo makin jarang terjadi.

"Hal ini lantaran hanya ada satu tokoh yang disegani oleh kedua kelompok. Tokoh tersebut adalah Kamilong, seorang pensiunan tentara yang sudah lama menetap di kawasan tersebut," kata Krishna.

Beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membongkar Kalijodo yang terletak di antara wilayah Jakarta Barat dan Utara itu.

Penertiban itu berdasarkan surat dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahwa di tempat itu, yang merupakan permukiman warga, tidak tepat untuk lokasi prostitusi.

Sebab, akan berbahaya bagi mental dan pendidikan anak-anak di wilayah tersebut. Rencana tinggal rencana. Hingga kini daerah itu masih tetap hidup.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya