Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi pengadaan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU)Â penjualan kondensat milik negara masih terus diusut.
Perampungan berkas kasus yang melibatkan BP Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) itu tengah dikebut oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri.
Apalagi setelah polisi menahan dua tersangka atas kasus tersebut, yakni mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial BP Migas, Djoko Harsono.
"Ngapain kita lama-lama," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Bambang Waskito di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/2/2016).
Baca Juga
Sebenarnya, sambung Bambang, beberapa waktu lalu jajarannya telah mengajukan berkas perkara tersebut ke Kejaksaan. Namun karena terkendala belum terbitnya perhitungan kerugian negara (PKN) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), penyidik belum melimpahkan berkas tersebut.
"Jadi dengan sudah adanya PKN ini, kita segera limpahkan lagi ke jaksa penuntut umum (JPU)," ucap dia.
Advertisement
Kerugian Terbesar
Sebelumnya, BPK telah mengeluarkan hasil audit perkiraan kerugian negara akibat kasus ini. Nilainya Rp 35 triliun jika dikonversi dengan nilai tukar dolar saat ini.
Kepala Subdirektorat Pencucian Uang Kombes Golkar Pangarso‎ mengatakan, besaran kerugian negara di kasus ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah BPK.
"Berdasarkan komunikasi dengan BPK, nilai kerugian ini adalah yang terbesar yang pernah dihitung BPK dan disidik oleh Polri. Sebelumnya kan yang paling besar itu perkara Century‎," ujar Golkar beberapa waktu lalu.
Kasus penetapan Bank Century sebagai bank gagal dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 7 triliun.
Golkar mengatakan, Polri akan segera mengirimkan kembali berkas perkara korupsi ini ke jaksa penuntut umum.
"Supaya kasus ini segera disidang. Karena kan selama ini terkendala perkiraan kerugian negara yang belum keluar," tandas Golkar.