Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menerbitkan Kartu Identitas Anak (KIA) untuk anak di bawah 17 tahun mulai tahun ini. KIA atau yang biasa dikenal dengan sebutan KTP Anak ini diperuntukkan untuk anak usia 0-5 tahun dan 5-17 tahun.
Anggota Komisi II DPR Amran mengapresiasi ide pembuatan KTP Anak itu. ‎Sebab, KIA dapat membantu pemerintah mendata penduduk sesuai jumlah sesungguhnya.
"Kami di DPR itu mendukung saja, karena ini juga pendataan. Sehingga pemerintah sudah mengetahui jumlah penduduk sesungguhnya," ujar Amran di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/2/2016).
Dengan begitu, menurut Amran, pemerintah ‎juga bisa mengetahui berapa jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori dewasa pada tahun berikutnya. Hal itu dapat memudahkan pemerintah memenuhi hak-hak warga, seperti saat pemilu.
"Kita juga tahu dengan pendataan itu, ‎maka tahun berikut jadi tahu masyarakat Indonesia yang sudah masuk tahap dewasa sekian," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Kendati begitu, DPR meminta agar pemerintah lebih dulu menuntaskan pembuatan KTP elektronik atau e-KTP. Sebab, masih banyak penduduk di daerah belum memiliki e-KTP.
Baca Juga
"‎Kalau belum selesai e-KTP kemudian masuk lagi ini (KIA), kemudian menimbulkan persoalan, jangan sampai ini terjadi. Kami mendukung saja, tapi kalau bisa diselesaikan secara tuntas dulu e-KTP," imbuh Amran.
Memang sudah ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) terkait pembuatan KTP anak. Namun begitu, DPR menekankan agar tidak mengesampingkan e-KTP yang fungsinya tentu lebih penting daripada KIA.
"e-KTP ini masih banyak persoalan. Alatnya saja masih banyak yang belum lengkap. Sehingga orang urus e-KTP, katakanlah tiap hari itu harus menunggu seminggu, sebulan, atau tunggu jadwalnya baru selesai," ujar dia.
Lebih dari itu‎, DPR juga meminta pemerintah mempertimbangkan asas manfaat. Sebab, data anak di bawah umur sejatinya sudah bisa dilihat di Kartu Keluarga (KK) maupun akta kelahiran tanpa harus memiliki KTP Anak.
"Dengan adanya KIA ini tentu ada anggaran, terkait alatnya, bahannya, dan petugasnya, tentu akan ada tambahan biaya," ucap Amran.
‎Pihaknya tidak ingin KIA justru berdampak pada pembuatan e-KTP yang tak tuntas. Sehingga berdampak pada sejumlah urusan administrasi yang jauh lebih penting.
"Jadi sebenarnya yang urgent itu ya e-KTP, karena ini yang dipakai pada pilkada dan pemilu. Jangan sampai pilkada kocar-kacir juga mengenai masyarakat yang diberikan hak memilih," tutup Amran.