Sulitnya Memburu Kelompok Teroris Santoso di Poso

Medan dan cuaca yang buruk membuat Tim Operasi Tinombala 2016 ‎kesulitan memburu kelompok teroris Santoso.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 19 Feb 2016, 19:33 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2016, 19:33 WIB
TNI Baku Tembak dengan Kelompok Teroris Santoso di Poso
TNI dan Densus Antiteror 88 menyisir wilayah di Poso

Liputan6.com, Jakarta - Gelap, sepi, dan terjal. Begitulah kira-kira gambaran Gunung Biru di Tamanjeka, Poso, Sulawesi Tengah. Lokasi persembunyian kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur di bawah pimpinan Santoso ini memang dikenal memiliki ‎medan yang sulit.

Medan dan cuaca yang buruk membuat aparat Brimob yang tergabung dalam Tim Operasi Tinombala 2016 ‎ini kesulitan memburu kelompok teroris Santoso. Tak jarang operasi ini memakan korban jiwa dari pihak aparat.

"Kamu harus ke Poso. Gunung itu berlapis-lapis. Tidak seperti Aceh," ucap Kepala Korps Brimob Mabes Polri Irjen Murad Ismail ‎mengawali ceritanya di Jakarta, Jumat (19/2/2016).

Tak ada yang bisa bertahan lama di puncak gunung tersebut. Murad menuturkan, personel Brimob ‎hanya mampu bertahan selama 14 hari di Gunung Biru. Selain karena keterbatasan logistik, kondisi cuaca juga sangat berpengaruh.

"Anggota saya yang paling lama di puncak itu 14 hari, karena bawa makanannya untuk 14 hari. Kalau yang biasa, sehari dua hari sudah turun," tutur dia.

Medan Berat dan Terbatasnya Logistik

Sangat sulit membawa logistik untuk kebutuhan selama 2 pekan di medan yang terjal itu. Mereka membawa makanan khusus yang mudah dibawa dan bisa memenuhi kebutuhan selama 14 hari. Para prajurit juga dituntut bisa survive di alam bebas.

"Makanan yang dibawa itu bekal berat, lalu bawa pakaian dan senjata. Coba (bayangkan) seberat itu mengejar orang,‎" ujar Murad.

Lalu kenapa kelompok Santoso bisa bertahan di hutan semacam itu?

Murad menyebutkan, Santoso dan kelompoknya sudah sangat paham kondisi medan Gunung Biru. Selain itu, kelompok tersebut kerap menyamar sebagai masyarakat biasa dan berkumpul bersama warga yang tinggal di perkampungan.

"Santoso ini orang sana. Kadang mereka menyamar masuk kampung. Jadi saat di kampung dia kan pakai sipil, enggak kayak tentara yang bisa dibedakan," ucap dia.

Polisi juga telah mengidentifikasi bahwa sejumlah anggota Santoso sengaja ditempatkan di perkampungan. Mereka ditugaskan untuk mengawasi warga yang bersekongkol dengan aparat kepolisian dan membocorkan rahasia kelompok tersebut.

"Mereka ada kelompok yang menetap di kampung untuk membaca keadaan, terutama untuk melaporkan kepada Santoso. Jadi warga ini juga terancam. Kalau ada yang dekat polisi dibunuh juga," demikian Murad Ismail.

Tahun lalu, polisi menggelar 4 jilid operasi dengan sandi Camar Maleo untuk mengejar kelompok teroris Santoso. Setelah Camar Maleo dinyatakan berakhir, polisi kembali menggelar operasi pengejaran dengan sandi Tinombala. Mereka menargetkan menangkap Santoso dalam waktu 60 hari.

Namun hingga saat ini polisi belum bisa menyentuh titik lokasi persembunyian Santoso. ‎Medan yang berat dan cuaca buruk sangat menyulitkan aparat memburu kelompok radikal itu.

Bahkan seorang anggota Brimob bernama Fredy Manuhutu gugur dalam tugasnya, Kamis 18 Februari 2016 pagi. ‎Anggota polisi berpangkat AKP itu meninggal dunia setelah kondisi kesehatannya menurun akibat cuaca buruk.

Kondisi cuaca juga cukup menyulitkan proses evakuasi. Hingga saat ini, polisi terus berupaya mengevakuasi jenazah Fredy menggunakan helikopter.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya