Kisah Bocah Zoe Melawan Epilepsi dan Hidrosefalus Seorang Diri

Sejak usia seminggu, sang ibu meninggalkannya. Faktor ekonomi menjadi alasan menitipkan Zoe di panti asuhan.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 22 Feb 2016, 12:27 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2016, 12:27 WIB
Bocah Malang
Zoe Lydia (10) harus berjuang seorang diri melawan penyakit hidrosefalus dan epilepsi yang dideritanya (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Liputan6.com, Bogor - Namanya Zoe Lydia. Usianya baru 10 tahun. Namun, di usianya tersebut dia harus berjuang seorang diri melawan penyakit hidrosefalus dan epilepsi seorang diri. Bocah malang ini divonis menderita penyakit hidrosefalus sejak usianya 2 hari.

Zoe saban hari terbaring di ruangan khusus Panti Asuhan Bukit Carmel di Kampung Pasir Angin RT3/4, Desa Pasir Angin Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Dia ditinggal ibunya saat usianya baru menginjak seminggu. Zoe lalu dititipkan di panti asuhan tersebut.

Saat berusia 3 minggu, bocah kelahiran 31 Desember 2006 ini sempat menjalani operasi, bantuan para donatur. Namun operasi yang pertama kali ini membuat perkembangannya lambat.

"Tangan dan kaki kanan lumpuh," kata Femi Tampangelah pengurus harian Yayasan Bukit Carmel.

Ukuran kepalanya tetap membesar sehingga di usia 7 tahun, Zoe kembali harus menjalani operasi pemasangan shunt atau alat khusus berbentuk selang disambung dengan pipa yang terbuat dari silikon untuk mengalirkan cairan otak yang berlebihan.

"Kepala Zoe mengempis, namun 3 bulan setelah operasi itu ia dirawat lagi karena sakitnya makin parah," ujar Femi.

Kala itu, pihak dokter RSCM Jakarta menyatakan bahwa Zoe terkena infeksi efek dari pemasangan shunt. "Di kepalanya banyak nanah karena infeksi. Kejadian ini berulang 2 kali," tutur dia.


Zoe Lydia (10) harus berjuang seorang diri melawan penyakit hidrosefalus dan epilepsi yang dideritanya (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Setelah operasi terakhir pembersihan nanah, Zoe tidak bisa melihat dan mendengar bahkan dokter mendiagnosa mengidap epilepsi.

Terkendala Donatur

Setiap seminggu sekali, gadis ini harus menjalani terapi di RS PMI Bogor dan kontrol ke RSCM Jakarta 1 bulan sekali.

"Biaya sih suka ada yang ngasih. Cuma takutnya kalau sudah tidak ada donatur lagi, pengobatan rutinnya terhenti soalnya tidak ada donatur tetap," ucap Femi.

Untuk terapi, kontrol dan biaya sehari-harinya, kata dia, butuh dana lebih dari Rp 5 juta. Sementara jika didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan, Zoe terkendala akte kelahiran dan kartu keluarga.

Sebab Zoe sudah ditinggalkan ibunya sejak usia 1 minggu. Ibu kandung Zoe menyerahkan ke panti asuhan karena tidak mampu membiaya Zoe dalam kondisi mengidap penyakit.

"Sejak mengandung, ibunya diceraikan bapaknya. Dan sekarang enggak tahu keberadaan kedua orangtuanya itu," kata dia.

Kini, Zoe hanya terbaring lemah di kasur berisi udara hasil bantuan dari donatur. Di kasur tersebut Zoe merasakan penyakit yang dideritanya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya