Liputan6.com, Bandung - Pakar Bahasa Indonesia, Jusuf Sjarif (JS) Badudu meninggal pada usia 89 tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Sabtu (12/3/2016) malam. Dia mengembuskan napas terakhir setelah sempat mendapat perawatan intensif.
JS Badudu dikenal sebagai salah satu penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Guru besar Linguistika di Universitas Padjadjaran (Unpad).
Salah satu putra almarhum, Rizal Indrayana Badudu mengatakan jika sang ayah sangat mencintai Bahasa Indonesia. Namun sebelum mendalami bidang bahasa, ternyata sosok almarhum sempat tidak menginginkan bidang bahasa sebagai ilmu yang didalaminya.
Advertisement
"Almarhum memang sudah mengajar sejak umur 15 tahun di Sulawesi, itu belajar sekolah guru di Poso. Kemudian melanjutkan sekolah ke Makassar, sesudah itu minta ditempatkan di Jawa dan diberikan oleh P&K (Pendidikan dan Kebudayaan) di Bandung dalam bidang Bahasa Indonesia," kata Rizal saat ditemui di pemakaman Taman Makam Pahlawan Cikutra, Kota Bandung, Minggu (13/3/2016).Â
Baca Juga
Sebetulnya, imbuh Rizal, sang ayah sempat tidak ingin mendalami bahasa Indonesia karena ingin mempelajari ilmu alam. Tetapi karena keinginannya untuk maju dan ingin ke tanah Jawa, JS Badudu akhirnya menerima penugasan tersebut.
Namun setelah dijalani dan didalami, Bahasa Indonesia menjadi salah satu hal yang dicintainya bahkan hidupnya didedikasikan untuk mempelajari Bahasa Indonesia.
"Beliau berkembang menjadi kecintaan mendalam terhadap Bahasa Indonesia dan telah mengembangkannya serta mempertahankannya semasa hidupnya. Beliau bertugas di Unpad sejak 1965 setelah lulus dari fakultas sastra yang ikut dibidani bersama rekan-rekannya di tahun 1960. Sebelum itu mengajar sebagai guru SMP dan guru SMA untuk pelajaran Bahasa Indonesia di Bandung," beber Rizal.
Menurut dia, JS Badudu mulai tidak terlalu aktif setelah terserang penyakit Alzheimer atau melemahnya daya ingat dan daya pikir ketika mendekati usia 80 tahun.
"Sehingga beliau tidak mampu mengajar, sudah kehilangan orientasi saat harus bepergian. Keluarga mengkhawatirkannya. kalau tidak ada yang megang, pergi enggak bisa kembali. Waktu mencoba menulis buku tidak mampu lagi," ucap Rizal.