Pengakuan Keluarga Setelah Siyono Tewas di Tangan Densus 88

Pihak keluarga meminta Muhammadiyah lakukan autopsi untuk menperjelas tewasnya Siyono.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 01 Apr 2016, 16:32 WIB
Diterbitkan 01 Apr 2016, 16:32 WIB
Densus 88 Antiteror Polri
Densus 88 Antiteror Polri menggeledah rumah kos di‎ Dusun Gerdu, Desa Waru, Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (13/8/2015). (Liputan6.com/Reza Kuncoro)

Liputan6.com, Jakarta - Penangkapan Siyono --sebelumnya disebut Sriyono-- oleh Densus 88/Antiteror terus menjadi sorotan. Terduga teroris ini malah pulang tanpa nyawa tak lama setelah ditangkap satuan elit kepolisian berlambang burung hantu di Klaten, Jawa Tengah.

Tak sampai di situ, keluarga Siyono kini harus rela diminta angkat kaki dari kampung tempat tinggalnya selama ini. Hal ini berdasarkan surat dari Kepala Desa Pogung, Joko Widjojo.

Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, setelah istri Siyono, Suratmi datang ke PP Muhammadiyah meminta pendampingan dalam mencari keadilan, tim pemuda langsung menuju ke rumah Suratmi. Pendampingan ini dilakukan juga sebagai persiapan sebelum mengautopsi jasad Siyono.

Selama pendampingan, kepala desa kemudian menyampaikan 3 poin keberatan kepada pemuda Muhammadiyah untuk disampaikan kepada Suratmi. Dalam surat itu, disebutkan warga tidak mau ada Siyono dan keluarganya di kampung itu.

"Pertama mereka tidak ingin dilakukan autopsi terhadap Siyono. Kalaupun diautopsi, tidak dilakukan di kampung itu harus di luar. Setelah dilakukan autopsi, jenazah Pak Siyono tidak boleh dikuburkan kembali ke desa itu. Dan seluruh keluarga Pak Siyono harus keluar dari desa itu," ungkap Dahnil di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (1/4/2016).

Setelah itu, tim menyampaikan permintaan kepala desa kepada Suratmi. Suratmi pun menyatakan tetap meminta Muhammadiyah melakukan autopsi terhadap suaminya.

"Jawab Bu Suratmi begini, mMas Dahnil, saya sedang mencari keadilan dan saya menitip usaha saya kepada Muhammadiyah kalaupun kemudian dalam usaha saya harus terusir, bumi Allah luas mas. Autopsi harus tetap dilakukan. Itu yang disampaikan bu Suratmi," imbuh dia.

Awalnya, Muhammadiyah berencana mengautopsi jenazah Siyono Rabu lalu. Karena kendala teknis, autopsi baru akan dilakukan dalam waktu dekat.

"Kami pastikan dalam waktu dekat akan kami lakukan autopsi. Tapi untuk waktu pastinya tidak bisa kami sampaikan karena berkaitan dengan keamanan," pungkas Dahnil.

Penangkapan Siyono

Siyono ditangkap Densus 88/Antiteror Polri di Dusun Brengkuan, Desa Pogung, kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah, Rabu 9 Maret 2016. Bahkan kediamannya yang digunakan untuk ‎TK bernama Roudatul Athfal Terpadu (RAT) Amanah Ummah ikut digerebek petugas.

Akibat penggerebekan ini, puluhan anak TK menangis ketakutan, sehingga kegiatan belajar mengajar terpaksa dihentikan dan murid dipulangkan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto mengatakan, penangkapan terhadap Siyono merupakan pengembangan dari terduga sebelumnya inisial T alias AW, karena membawa senjata api dan setelah diperiksa dia mengaku senpi sudah diserahkan ke orang lain.

Siyono saat itu dibawa 2 anggota Densus untuk menunjukan lokasi penyimpanan senjata api. Dia diantar berkeliling menggunakan mobil ke daerah Tawangsari, Klaten.

Awalnya, tutur Anton, Siyono bersikap kooperatif dan menunjuk sejumlah lokasi tempat disembunyikannya senjata tersebut. Tetapi, ketika petugas membuka penutup mata dan borgol, dia balik menyerang petugas. Pergumulan antarkeduanya pun tak terhindarkan.

Saat pergumulan itu, petugas berupaya melumpuhkan pelaku. Alhasil, pelaku pingsan setelah terkena benturan sudut mobil di bagian kepala.

"Yang bersangkutan terbentur kepalanya di sudut mobil dan pingsan," ucap dia.

Mengetahui pelaku sudah lemas, 2 anggota Densus yang mengawal langsung melarikannya ke Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta untuk diperiksa. Namun ketika tiba di rumah sakit, nyawa pelaku tidak terselamatkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya