KNKT Ungkap Investigasi Kecelakaan KRL Metro Mini di Angke

KNKT menerangkan, proses pengereman kereta api tak sama dengan pengereman angkutan darat lainnya.

oleh Muslim AR diperbarui 07 Apr 2016, 15:58 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2016, 15:58 WIB
20151206-Metromini Ditabrak Kereta-Jakarta-Gempur M Surya
Kecelakaan hebat terjadi antara sebuah Metro Mini dengan kereta Commuter Line di perlintasan Angke, Tambora, Jakarta, Minggu (6/12/2015). Bus hancur dan terseret hingga 200 meter. Sebanyak 13 orang dilaporkan tewas. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memaparkan hasil investigasi kecelakaan antara Commuter Line atau kereta rel listrik (KRL) dan Metro Mini di pintu perlintasan kereta Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat pada 6 Desember 2015. Akibat kecelakaan tersebut, 17 orang penumpang Metro Mini termasuk sopirnya meninggal.

Hasil investigasi KNKT menunjukkan, faktor kelalaian manusia bukan penyebab utamanya. Sarana yang minim, rambu-rambu yang tak memadai turut menjadi faktor kecelakaan.

"Untuk kasus di Angke, kami menemukan fakta, pendeknya palang pintu yang tak sampai setengah luas jalan. Belum lagi, ada pos polisi yang di depannya dipakai sebagai tempat parkir dan berdagang," ujar Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Lalulintas Angkutan Jalan KNKT Leksmono Suryo Putranto di Aula KNKT, Kamis (7/4/2016).

Leksmono mengatakan, keadaan serupa banyak ditemukan di 19 perlintasan kereta api di Jakarta dan ratusan lainnya yang ada di Indonesia. Palang pintu yang tak memadai, jalur yang sempit, serta penggunaan jalan yang tak semestinya adalah faktor terbanyak penyumbang kecelakaan yang melibatkan kereta api.

"Tapi, kereta api tak bisa disalahkan, sebab undang-undang kita mengaturnya, dan sudah jelas ruang bebas itu tak boleh dimasuki pengguna jalan lain," lanjut Leksmono.

Dia menjelaskan, proses pengereman kereta api tak sama dengan pengereman angkutan darat lainnya. Kereta api membutuhkan setidaknya 400 meter sebelum titik pengereman, sedangkan moda transportasi lainnya berkisar antara 10 sampai 20 meter.

"Ini jadi soal, sebab kebijakan pemerintah menginginkan kecepatan kereta api ditambah. Sementara infrastruktrur kita belum memadai," terang Leksmono.

Ia menegaskan, jika perlintasan sebidang tetap tak diurusi dengan serius, kecelakaan di perlintasan tak akan pernah berhenti.  Leksmono mengatakan, cuma ada 2 solusi untuk menanggulanginya.

"Pertama dengan menutup habis perlintasan sebidang, atau dengan membuat fly over dan under pass," ucap dia.

3 Orang Meninggal dalam 1 Jam

Sementara itu, 3.000 lebih perlintasan sebidang kereta api mengancam kesalamatan pengguna jalan, hasil investigasi KNKT pada berbagai kecelakaan kereta api menemukan banyaknya pelanggaran pada perlintasan sebidang. Sedangkan pengguna jalan seperti sopir dan pengemudi sepeda motor, cenderung tak mengindahkan palang pintu perlintasan kereta api ditambah kurangnya fasilitas dan rambu-rambu keselamatan.

Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko, mengatakan setidaknya 3 orang di Indonesia meninggal dalam 1 jam akibat kecelakaan di jalan.

"300 juta per hari angkutan umum beroperasi di Indonesia, resiko yang mereka hadapi beragam dan itu membahayakan bagi si pengemudi angkutan umum ataupun pengguna jalan dan penumpangnya," ujar Haryo.

Untuk kecelakaan yang melibatkan kereta api, Haryo memaparkan kecenderungan perilaku pengemudi. Namun, hal itu dibantah Dewan Transportasi Kota Jakarta, Budi.

Menurut Budi, kelalaian sopir bukanlah tanggung jawab mereka semata. Ada hal lain yang memaksa kebanyakan sopir mengacuhkan keselamatan dan abai terhadap rambu.

"Mereka mengejar setoran, belum istirahat dan minimnya pengawasan dari pengelola perusahaan transportasi pada kecakapan pengemudinya," terang Budi.

Diskusi juga merekomendasikan 7 poin perbaikan agar kecelakaan serupa tak terjadi lagi. Diantaranya, menekankan kedisiplinan berlalulintas, segera menutup perlintasan sebidang dan penelitian komprehensif terhadap kecelakaan dan moda transportasi darat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya