Sunny Tanuwidjaja, Ahok, dan Pengusaha

Sunny Tanuwidjaja tidak memungkiri dirinya menjadi perantara antara Ahok dengan para pengusaha dan politikus.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 11 Apr 2016, 20:01 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2016, 20:01 WIB
Sunny Tanuwidjaja
Sunny Tanudwidjaja (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Liputan6.com, Jakarta - Nama Sunny Tanuwidjaja mencuat setelah tersangka penerima suap yang juga anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi menyatakan bahwa staf Gubernur DKI Jakarta Basuki‎ Tjahaja Purnama atau Ahok itu adalah seorang perantara.

Pengacara Sanusi, Krisna Murti, mengatakan, pernyataan politikus Partai Gerindra yang menyebut Sunny sebagai perantara tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa oleh penyidik KPK.

"Nama Sunny itu ada dalam Berita Acara Pemeriksaan klien kami. Menurut keterangan klien kami, dia (Sunny) itu penghubungnya," ujar Krisna.

Namun, dia enggan menjelaskan peran apa yang dilaksanakan Sunny hingga Sanusi kerap menyebut nama itu sebagai perantara saat diperiksa penyidik KPK. Karena keterangan Sanusi inilah Sunny dicegah.

Pada Rabu 6 April, KPK mengeluarkan perintah pencekalan ke luar negeri terhadap Sunny. Pencegahan itu terkait dugaan suap pembahasan 2 Raperda, yakni Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Ahok sendiri mengakui, Sunny yang dicekal KPK bepergian ke luar negeri adalah staf khususnya. "Aku nggak bayar gaji (Sunny). Cenderung temen, memang staf khusus," ujar Ahok di Balai Kota, Kamis 7 April lalu.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Liputan6.com/Ahmad Romadoni)

Dia mengatakan, Sunny memang dekat dengan beberapa pengusaha. Dirinya juga kenal dekat sejak 2009, dan menilai Sunny sosok yang baik.

"Saya denger kan Sanusi nyebutin nama. Sunny memang sering ketemu pengusaha semua. Kan memang dia di lingkungan itu (pengusaha)," kata Ahok.

"Sunny sama Lippo dekat, semua dekat. Aku lihat anaknya baik," sambung mantan Bupati Belitung Timur itu.

Meski dekat, Ahok menegaskan, Sunny tak pernah memengaruhi kebijakannya. Termasuk, untuk memihak kepada pengusaha atau pihak swasta.

Sepegetahuan Ahok, Sunny memang sering bepergian ke luar negeri untuk riset doktoralnya di University of Northern Illionis maupun bisnis. Sebab, Sunny sosok yang mempunyai relasi luas di dunia pengusaha.

Karena itu Ahok merasa pencegahan terhadap Sunny hal wajar. Sebab KPK membutuhkan keterangan anak buahnya itu guna mengusut tuntas kasus yang tengah bergulir.

Ahok berharap dengan penyidikan yang saat ini berjalan, kasus dugaan korupsi reklamasi jadi terang benderang. "Kita harus dukung KPK supaya ini semua jadi jelas, harus jadi jelas aja," beber Ahok.

Sunny Akhirnya Bicara

Tak seperti sosok yang baru saja kena cekal, Sunny ternyata berani muncul di depan umum dan malayani pertanyaan kepada dirinya. Pada Senin pagi, dia mendatangi Balai Kota Jakarta.

Dikonfirmasi wartawan saat keluar dari Balai Kota, Sunny yang berbalut batik putih-cokelat itu mengatakan, dia berharap pencekalan yang menimpanya itu cepat berlalu.

"Semoga lebih cepat lebih baiklah," kata Sunny di Balai Kota, Senin (11/4/2016).

Sunny Tanudwidjaja (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Menurut Sunny, kedatangannya ke Balai Kota bukan pertama kali terjadi. "Ya seperti biasa, kan sudah sering," kata mahasiswa program doktoral di salah satu universitas di Illinois, Amerika Serikat.

Terkait hubungannya dengan Ahok, menurut Sunny ia bisa dibilang sebagai penasihat politik Ahok. "Setiap kali Pak Ahok ketemu politikus atau pengusaha. Bukan setiap kali ya, supaya ada saksi katanya," kata Sunny.

Mereka yang berhubungan dengan Ahok rata-rata adalah pengusaha dan politikus. Dalam pertemuan-pertemuan itulah Sunny kerap memberikan masukan politik kepada Ahok.

"Kalau bicara soal politik, ya kebanyakan ajak saya supaya saya bisa kasih masukan-masukan. Intinya gitu," kata dia.

Sunny tidak memungkiri dirinya menjadi perantara antara Ahok dengan para pengusaha dan politikus.

"Kemudian, kalau setelah itu mereka ingin menyampaikan sesuatu kepada Pak Ahok, bisa langsung, tapi terkadang juga lewat saya," ujar Sunny.

Terkait jabatan staf khsusus seperti yang disebutkan Ahok, dia mengatakan tidak ada label jabatan yang disematkan Ahok kepada dirinya.

"Sebenarnya enggak ada status nama tertentu ya. Pokoknya tugas saya adalah bantu Pak Ahok, kasih dia masukan. Ya kalau konsultan susah dong, namanya konsultan nanti kenapa-kenapa lagi," jelas Sunny.

Karena Faktor Jokowi-Ahok

Meski mengakui kerap mengatur jadwal pertemuan Ahok dengan para pengusaha, dia membantah pertemuan yang digelar atas inisiatif dirinya.

"Bukan ngatur, misal Pak Ahok bilang 'saya ingin ketemu dia bisa dijadwalkan enggak?' Atau pengusahanya bilang, 'saya mau ketemu Pak Ahok dijadwalkan bisa enggak?'" ujar Sunny.

Apalagi, yang mengatur jadwal Ahok tidak hanya dirinya. Melainkan juga staf Ahok yang lain. "Mau Pak Aguan (Pendiri Sedayu Group), Pak Trihatma (Pemilik Agung Podomoro), mau siapa pun enggak semua juga lewat saya, kadang-kadang bisa langsung, bisa lewat staf lain juga bisa," kata Sunny.

Ahok Mengantarkan Jokowi Ke Istana (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Para pengusaha tersebut, lanjut Sunny, memiliki persepsi apa yang dibicarakan dengan Ahok bisa sampai ke telinga Presiden Jokowi. Sebab, Ahok dianggap sebagai 'orang dekat' Jokowi.

"Biasanya pengusaha itu persepsinya Pak Gubernur dekat sama Pak Presiden, bisa dimasukkan kepada Pak Presiden. Mereka suka ngobrol dengan Pak Gubernur harapannya bisa sampai ke Pak Presiden gitu," ucap dia.

Sunny membantah, dirinya hanya mengatur pertemuan antara Ahok dan Aguan. Hampir semua pertemuan Ahok dengan para konglomerat lain dijadwalkan olehnya. Rata-rata, kata Sunny, para pengusaha tersebut bertemu dengan Ahok sebulan sekali.

"Saya mengatur pertemuan dengan pelbagai macam pengusaha kok. Kalau sama Pak Aguan sebulan sekalilah, kurang lebih seperti itu, yang lain juga begitu kok," jelas Sunny.

Terkait perannya dalam Raperda Reklamasi Pantura, Sunny mengaku hanya sebagai penghubung antara para pengembang reklamasi dengan Ahok. Ia juga membantah menjadi perantara antara pengembang dan DPRD DKI maupun Ahok dengan DPRD.

Sunny menjelaskan, terdapat perkumpulan pengembang reklamasi yang disebutnya paguyuban. Paguyuban bingung lantaran pembahasan Raperda Reklamasi berjalan lambat. Paguyuban sudah sering bertanya kepada DPRD DKI, penggodok Raperda tersebut.

Namun, Paguyuban tidak mendapat jawaban yang jelas mengenai penyebab rumitnya pembahasan dan pengesahan Raperda. Maka, Paguyuban melirik Sunny untuk menyampaikan keluh kesah mereka atas lamanya pembahasan Raperda.

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari partai Gerindra M Sanusi (tengah) usai di periksa di KPK, Jakarta, Sabtu, (2/4). M Sanusi ditahan di Polres Jakarta Selatan dalam kasus suap dengan seorang dari pihak swasta . (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Mendengar keluhan tersebut, Sunny akhirnya menghubungi Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi yang memahami Raperda Reklamasi.

"Memang saya kontak dia (Sanusi). Kenapa? Karena saat itu, draft dari Bappeda itu sudah selesai. Kemudian, diajukan ke DPRD. Tapi kayaknya di situ (DPRD) lama tidak bergerak. Kemudian, pihak paguyuban cek ke saya. Saya bilang cek aja langsung ke sana (DPRD), nah sudah dicek berkali-kali, enggak clear. Saya mau tanya Bu Tuty (Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati) kan enggak enak. Jadi, ya sudah, saya cek langsung. Kenapa Sanusi? Karena kita tahu, Sanusi paling tahu soal beginian," jelas Sunny.

Bantah Tawar-menawar

Mengenai kontribusi 15 persen yang diminta Ahok kepada para pengembang, Sunny mengaku dirinya tidak pernah melakukan tawar-menawar kepada DPRD, termasuk kepada Sanusi yang telah berstatus tersangka.

"Saya sama Sanusi enggak ada nego apa-apa. Soal kontribusi tambahan 15 persen, itu kan sebenarnya sudah ada mungkin tahun lalu. Jadi prosesnya panjang. Nah, dalam proses panjang ini, Pak Gubernur menerima banyak masukan," ujar Sunny.

Dia menambahkan, "Nah Pak Gubernur ada dalam posisi mengatakan, 'ya terserahlah, dia kalau mau ngerjain kita, kalau mau bikin deadlock, nyoret terserah, pokoknya nanti kalau masukinnya bagus kalau misal dia mau lepas ya nanti kita taruh di Pergub'," jelas Sunny.

Alat berat digunakan untuk menyelesaikan proyek Pulau G Reklamasi Teluk Jakarta di Muara Angke, Jakarta, Selasa (5/4). Izin reklamasi Pulau G yang sudah keluar kini tengah menjadi subjek gugatan di PTUN Jakarta. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Sunny pun membantah dugaan DPRD menawar kontribusi tambahan pengembang dari 15 persen menjadi 5 persen.

"Dia (Sanusi) enggak nawar, cuma nanya inginnya Pak Gubernur apa pada saat itu. Lagian mereka mana berani nawar. Kalau mau nawar, ke Pak Gubernur dong, jangan sama saya. Jadi bukan nego gimana mau di perda atau di Pergub," kata Sunny.

"Dua-duanya sama saja, enggak bisa ngeles kok. Tetap 15 persen. Pak Gubernur sudah buka di mana-mana. Bukanya bukan kemarin loh, udah dari berbulan-bulan lalu. Pokoknya 15 persen harus masuk, entah di Perda atau di Pergub," tegas Sunny.

Menurut Sunny, Ahok telah menyampaikan kepadanya untuk mengungkap apa saja yang dia ketahui. "Pokoknya Pak Ahok bilang sampaikan secara terbuka. Pokoknya hadapi, sampaikan secara terbuka," ujar dia.

Kita tunggu hasil penyidikan KPK, apakah Sunny memang bagian dari pihak yang ikut bermain atau hanya sekadar tokoh yang ikut terseret dalam mega proyek reklamasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya