Liputan6.com, Jakarta - Partai Golkar akan menggelar musyawarah nasional (Munas) pada Mei mendatang. Momentum ini sangat ditunggu, setelah perpecahan internal panjang merebutkan pucuk pimpinan.
Sederet persiapan kini mulai dipersiapkan dengan baik. Perubahan pola pemilihan dan tujuan dari para calon ketua umum akan sangat mempengaruhi kelancaran munas kali ini.
Direktur Indopoll Tracking Hanta Yudha mengatakan, yang harus dicermati jelang Munas Golkar adalah bagaimana motif dari para calon ketua umum.
Tiga calon kuat yakni Ade Komarudin, Setya Novanto, dan Airlangga Hartanto tentu memiliki motif masing-masing.
Setidaknya ada tiga motif yang bisa dicermati dalam Munas Golkar. Pertama politik transaksional, kemudian legal protection yang biasa digunakan para pemilik suaranya untuk mengamankan jabatan saat ini. Terakhir, calon yang memiliki visi Golkar ke depan.
"Kalau motif pertama dan kedua yang muncul, Munas sama saja tidak ada perubahan," kata Hanta dalam diskisi bertema Golkar Menuju Partai Progresif di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu 13 April 2016.
Menurut Hanta, para calon ketua umum juga harus memiliki basis internal yang kuat, dan secara eksernal juga tidak menjadi beban. Termasuk, kriteria standar bersih berintegritas, memiliki kapabilitas, dan citra positif.
Baca Juga
Basis internal kuat, lanjut Hanta, bukan tanpa alasan. Sejak reformasi pertarungan ketua umum selalu berujung pada dua calon. Dengan faksi yang sangat cair, ditambah menjadi tantangan sendiri bagi ketua umum ke depan.
"Tantangan ketua umum Golkar bagaimana memiliki resep mengelola faksi di dalam. Pertarungan ide bukan uang," imbuh dia.
Inovasi
Tantangan lain yang harus dihadapi calon ketua umum, menurut Direktur Pukat UGM Zainal Arifin Mochtar, adalah inovasi. Para calon harus berani berfantasi melakukan terobosan, sehingga punya perubahan.
"Partai jarang baca novel, fantasinya terbatas. Lagi-lagi barang habis pakai yang diajukan. Fantasi kepemimpinan partai 'lu lagi lu lagi'. Fantasi kepemimpinan partai hampa. Gimana mau progresif kalau internalnya lemah," kata dia, dalam kesempatan sama.
Sementara, peneliti senior CSIS J Kristiadi menilai, partai kini harus kembali ke khitah atau tujuan dasarnya. Tinggal dilihat ke depan, Golkar akan tetap pada kultur harus menjadi penguasa atau sebaliknya. Padahal, legitimasi partai ada di konstituennya.
"Kalau partai pemerintah ada yang berat, orang itu harus nyaman di hati pemerintah, ya Jokowi. Golkar Munas kekuasan mau tidak mau harus kompromi. Tapi harus juga dilihat nyamannya sama siapa? Jokowi ini," pungkas Kristiadi.