Liputan6.com, Jakarta - Munculnya sejumlah nama orang Indonesia, baik dari kalangan pebisnis maupun politisi dalam dokumen Panama Papers menimbulkan berbagai reaksi dimasyarakat. Pemerintah dituntut untuk bersikap sikap tegas. Mulai dari membentuk tim investigasi hingga meminta pejabat yang masuk dalam daftar Panama Papers mengundurkan diri.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah juga telah mempunyai daftar nama para konglomerat yang terlibat skandal pajak seperti yang termuat dalam Panama Papers. Bahkan data yang dimiliki pemerintah disebut lebih lengkap dari Panama Papers.
"Itu nanti baru akan kita bicarakan setelah semuanya data-datanya komplet, baru saya akan bicara," ujar Jokowi usai merayakan Hari Hutan Internasional di Pulau Karya, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (14/4/2016).
Baca Juga
Jokowi mengaku tak mau terlalu banyak bicara sebelum data yang dimiliki pemerintah benar- benar lengkap. "Nanti saya akan bicara setelah semuanya tadi yang saya sampaikan ada. Jangan sampai bicara setengah-setengah, kasih pernyataan setengah-setengah," kata Jokowi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugiasteadi mengungkapkan ada 18 negara suaka pajak yang menjadi surga bagi masyarakat Indonesia untuk mendirikan perusahaan dengan tujuan tertentu (Special Purpose Vehicle/SPV).
Sebanyak 18 negara surga pajak itu, di antaranya British Virgin Island, Panama, Cook Island, Singapura, Amerika Serikat (AS), Caymand Island, dan negara lainnya.
"Saya sudah punya data resmi sejak Agustus tahun lalu dari otoritas pajak di negara-negara G20. Ada 18 negara tax havens dan SPV sebanyak 2.251 perusahaan. Kita punya nama banknya, nomor rekening, alamat di Indonesia, nomor paspor, dokumentasi e-mail dan jumlah uang atau simpanannya," ucap Ken saat Forum Dialog HIPMI, Jakarta, Rabu (13/4/2016). Â
Sementara dokumen Panama Papers, ia menjelaskan, hanya menguak sekitar 800 nama. Dokumen itu terdiri atas nama pebisnis dan politik Indonesia tanpa nama SPV, banknya tidak ada, jumlahnya, dan nomor rekening sampai jumlah aset atau harta kekayaan yang terparkir di negara Panama.
"Karena nomor rekening dan jumlahnya berapa tidak ada, ya susah mau mengenakan pajaknya. Tapi data Panama Papers hanya untuk mengkonfirmasi atau mencocokkan apakah Ditjen Pajak tidak punya," ucap Ken.