Banyak Saksi dan Korban Diintimidasi, Kejagung Gandeng LPSK

Tak hanya dari pihak tersangka, ancaman dan intimidasi itu kadang datang dari penegak hukum.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 19 Apr 2016, 15:43 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 15:43 WIB
20160419-Lindungi Saksi Dan Korban, Kejagung dan LPSK Teken MoU-Jakarta
Ketua LPSK Abdul Haris dan Jaksa Agung M Prasetyo saat pemberian cinderamata usai pada penandatanganan MoU di Jakarta, Selasa (19/4). Kejagung dan LPSK memperpanjang nota kesepakatan dalam hal perlindungan saksi. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sepakat menjalin kerja sama terkait perlindungan saksi dan korban. Oleh karena itu, keduanya menandatangi nota kesepakatan hari ini.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan nota kesepakatan penting dilakukan untuk mengedepankan penegakan hukum yang adil.

"Ini cita-cita kita yang harus diwujudkan di tengah upaya reformasi hukum dan sistem dalam nawacita Jokowi. Perlindungan saksi dan korban ini masih sangat kurang," kata Prasetyo dalam sambutannya di acara penandatangan nota kesapahaman tersebut di Kompleks Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2016).

Menurut dia, masih banyak korban dan saksi yang diduga mendapat ancaman serta intimidasi dari sejumlah pihak ketika pemerisaan dan penyelidikan tengah dilakukan. Tak hanya dari pihak tersangka, kata dia, ancaman dan intimidasi itu kadang datang dari penegak hukum.

"Saksi dan korban tidak bisa berkomentar secara bebas, di sisi lain kejahatan sudah masif," ucap Prasetyo.

Ketua LPSK Abdul Haris berharap, dengan nota kesepakatan tersebut, Kejagung dapat menjamin perlindungan para saksi atau korban.

"Diharapkan perlindungan saksi dan korban proses peradilan diharapkan dapat lancar. Yang tidak kalah penting itu jaminan hukum pada saksi dan korban," kata Abdul Haris.

Berikut isi nota kesepakatan antara Kejagung dan LPSK:

1. Setiap saksi atau korban tindak pidana korupsi, terorisme, narkotika, pelanggaran HAM berat, pencucian uang serta tindak pidana lainnya berhak mendapat perlindungan dari ancaman yang membahayakan jiwa dari saksi dan korban itu sendiri.

2. Kejagung harus memberikan perlindungan terhadap pelapor (whistleblower) dan saksi termasuk korban yang dijadikan saksi saat diminta keterangan dalam proses peradilan.

3. Pelaksanaan perlindungan yang meliputi layanan bantuan pemenuhan hak korban dalam proses mendapatkan ganti kerugian dalam wujud ganti rugi atau restitusi dari pihak pelaku atau kompensasi dalam bentuk ganti rugi (restitusi) yang tidak dapat dipenuhi oleh pelaku, atau bantuan medis dan psikologi serta psikososial yang diberikan oleh negara.

4. Kejagung harus memberi bantuan hukum dan tindakan hukum lainnya baik di bidang perdata dan Tata Usaha Negara bagi setiap aktivitas perlindungan saksi dan korban.

5. Kejagung diminta meningkatkan kapasitas kelembagaan dalam aktivitas perlindungan saksi dan korban. Sementara pas poin terakhir, Kejagung juga harus memberikan perlindungan terhadap kegiatan saksi atau korban sesuai kesepakatan.

Nota kesepakatan ini berlaku sampai lima tahun ke depan. Hanya saja, nota kesepakatan ini dapat diperpanjang sesuai pertimbangan dari kedua belah pihak.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya