Liputan6.com, Jakarta - Puluhan buruh yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran (JMB) berunjuk rasa memperingati Hari Buruh atau May Day, dengan mengitari bundaran Hotel Indonesia (HI).
Dengan tema 'Catatan Hitam Buruh Perempuan 2016', unjuk rasa damai ini diwarnai dengan orasi dan poster yang berisi tuntutan mereka.
Divisi Perlindungan Perempuan Buruh Migran JBM Risca Dwi mengatakan, meski pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah memberikan perbaikan untuk pekerja migran, seperti meratifikasi konvensi PBB 1990 pada 2014, namun implementasinya masih lemah.
"Hingga saat ini implementasi konvensi tersebut masih lemah, harmonisasi ke dalam kebijakan nasional terkait buruh migran belum dilakukan," ujar Risca di bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, Minggu (1/5/2016).
Baca Juga
Menurut Risca, kebijakan pemerintah justru cenderung mendiskriminasikan para pekerja migran, atau tidak sesuai dengan apa yang diratifikasi PBB. Di antaranya tercermin dalam kebijakan Roadmap Zero Domestic Workers.
"Kebijakan ini tentunya melanggar hak warga negara untuk bekerja dan mencari penghidupan yang layak, termasuk melanggar komentar umum CEDAW No 26 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak meninggalkan negaranya untuk bekerja," papar dia.
Menurut Risca, pada 2016 adalah tahun penentu nasib buruh migran di Tanah Air, menyusul adanya revisi UU Nomer 39 Tahun 2004 yang tengah berlangsung di DPR.
"Proses ini akan sangat tergantung dengan, apakah pengambilan kebijakan, baik pemerintah maupun DPR benar-benar akan melindungi buruh migran, sesuai dengan semangat konvensi PBB Tahun 1990 atau hanya pencitraan belaka," tegas dia.
Risca menambahkan, siang ini pihaknya akan berkoordinasi dengan buruh lain, untuk berunjuk rasa di depan Istana Negara.