Liputan6.com, Jakarta - Tragedi yang menimpa Yuyun, korban meninggal lantaran kekerasan asusila membuat publik marah. Bahkan, Presiden Joko Widodo atau Jokowi pun mengungkapkan kemarahannya terhadap 14 pelaku kekerasan seksual terhadap Yuyun.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar melihat kasus yang menimpa Yuyun yang masib sekolah di bangku SMP menunjukkan bangsa Indonesia tengah mengalami darurat moral dan akhlak.Â
Yuyun merupakan pelajar putri SMP asal Desa Padang Ulak Tanding, Kecamatan Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu yang diperkosa dan dibunuh pada 4 April 2016 lalu.
"Kasus Yuyun ini betul-betul tragedi kemanusian yang memalukan, sekaligus kita harus memberikan hukuman yang keras terhadap pelaku," ujar Muhaimin dalam acara Pembacaan Ikrar Anak-anak Nusantara Cinta Alquran dan Mengaji di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (5/5/2016).
Baca Juga
Pria yang akrab disapa Cak Imin ini berharap kepada kaum muslim untuk bisa memegang teguh Alquran. Sebab, jika umat Islam sudah tidak mengamalkan Alquran, maka moralnya akan hancur.
"Ini menjadi pelajaran, Indonesia sedang mengalami darurat moral, darurat prilaku, darurat akhlak pada anak-anak kita," kata Cak Imin.
Setelah kasus Yuyun, mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) ini berharap masyarakat lebih meningkatkan keamanan di wilayah masing-masing.
"Semua harus bergerak untuk mensosialisasikan pendidikan agama, keamanan lingkungan mari kita bahu-membahu, kita bersatu melawan kekerasan, kezaliman, minuman keras dan seluruh perilaku yang menyimpang," Cak Imin menandaskan.
Tanggapan Legislator
Tragedi yang menimpa Yuyun di Bengkulu, menggugah dan mengusik perasaan kemanusiaan seluruh pihak, tak terkecuali para anggota DPR. Ketua Komisi VIII DPR Saleh Partaonan Daulay, misalnya, mendukung sepenuhnya aturan hukum bagi para pelaku kekerasan seksual.
"Saya mendukung sepenuhnya upaya pembentukan aturan hukum terkait dengan pemberatan hukuman bagi para pelaku kekerasan seksual, terutama yang mengorbankan anak," ucap Saleh saat dihubungi di Jakarta, Kamis (5/5/2016).
Ia mengatakan ada banyak pihak yang menyatakan aturan yang ada saat ini bagi para pelaku kekerasan seksual belum cukup dan masih banyak kelemahannya.
Karena itu, dia pun menilai pemerintah dan DPR perlu segera membicarakannya.
Momentum Evaluasi
"Kasus Yuyun merupakan momentum melakukan evaluasi terhadap aturan yang ada saat ini. Tidak boleh ada lagi korban lain setelah Yuyun," ujar Saleh.
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini berujar, DPR harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak termasuk Komnas Perempuan.
"Apalagi, masukan yang disampaikan rasional dan sangat mungkin diterapkan. Tinggal melihat political will dari para pemangku kebijakan. Semakin cepat, tentu semakin baik. Kita sekarang sedang berada dalam darurat kekerasan seksual. Harus ada benteng perlindungan dalam bentuk UU," dia menambahkan.
Namun demikian, Saleh menyarankan agar kelompok-kelompok masyarakat yang ingin menyalurkan pendapat untuk menyampaikannya dalam bentuk tertulis. "Dengan begitu, dapat dipelajari dan segera bisa ditindaklanjuti."
Untuk masalah hukum, menurut Saleh, biasanya akan diurus oleh Komisi III DPR dan kemungkinan mereka sudah menerima usulan terkait kasus Yuyun ini.
Berulang Kali Terjadi
Senada dengan Saleh, Wakil Ketua Komisi VIII Ledia Hanifa mengatakan Yuyun ini adalah kasus yang menyedihkan dan sudah berulang kali terjadi di Indonesia. Ia mengatakan ada beberapa hal yang mengakibatkan kejadian ini bisa terus terjadi.
Menurut Ledia, pertama adalah penerapan UU Perlindungan Anak yang tidak maksimal. Lalu kedua penerapan UU Pornografi yang tidak sungguh-sungguh. Ketiga, RUU tentang minuman beralkohol yang belum selesai dibahas.
"Keempat pencantuman tentang kekerasan seksual yang belum lengkap dalam KUHP, dan kelima lex specialis kekerasan seksual yang belum ada," ujar Ledia.
Selain itu, lanjut dia, pelaku kekerasan seksual pun belum mendapatkan hukuman yang berat. Pun demikian dari sisi pengawasan orangtua. Politikus Partai Keadilan Sejahtera berharap mereka harus belajar cepat bagaimana menjadi orangtua.
"Kedua yaitu bekal agama, karakter, konsep diri harus diberikan sejak awal. Ketiga, meskipun usia anak sudah remaja, dia tetap anak bagi orangtuanya, tetap harus dalam bimbingan, pengawasan, dan tidak bisa dilepas begitu saja apalagi jika ketika kecil tidak dibekali lalu ketika remaja dilepas," Ledia memaparkan.
Menurut Ledia, dalam UU Perlindungan Anak dicantumkan kewajiban orangtua dan kewajiban anak. Namun, tidak banyak yang mempelajarinya.
Advertisement