Liputan6.com, Jakarta - Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar akan digelar pada 15 - 17 Mei 2016 di Bali. Yang menjadi sorotan, panitia mewajibkan kader yang ingin maju sebagai calon ketua umum membayar iuran sebesar Rp 1 miliar.
Syarat penyetoran uang Rp 1 miliar itu wajib dibayarkan paling lambat pada siang hari ini, pukul 12.00 WIB.
Terkait hal ini, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung menilai, syarat setoran wajib Rp 1 miliar ini akan menggerus suara partai di tahun-tahun mendatang.
"Jangan-jangan nanti rakyat bisa semakin menjauhi Partai Golkar karena hanya uang terus yang dibicarakan," ujar Akbar dalam diskusi bertajuk 'Akhirnya Golkar Bisa Gelar Munaslub' di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).
Akbar Tanjung mengaku, sudah berulang kali menolak adanya setoran wajib bagi para calon ketua umum Partai Golkar. Adanya setoran tersebut, kata Akbar, merupakan bentuk budaya negatif yang tidak pernah ada dalam sejarah Golkar.
Baca Juga
"Saya sudah beberapa kali mengatakan tidak setuju uang iuran itu, apalagi Rp 1 miliar. Di tingkat daerah nanti bisa Rp 500 juta, di tingkat kecamatan bisa Rp 150 juta. Nanti bisa-bisa Partai Golkar bicaranya tentang uang, uang, uang terus," keluh Akbar.
Akbar menyatakan, ketidaksetujuannya terhadap setoran wajib atau politik uang dalam Munaslub saat ini sudah dibicarakan di kalangan Dewan Pertimbangan Golkar, yang diisi oleh para tokoh senior partai berlambang pohon beringin itu.
Di tempat yang sama, pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, adanya setoran wajib Rp 1 miliar dalam Munaslub kali ini, menandakan pengalaman hidup menderita Partai Golkar belum kuat.
"Pengalaman hidup menderita Partai Golkar ini belum kuat, sangat lemah. Termasuk dalam hal pendanaan," ujar Sebastian Salang.
Namun, Golkar tetap memiliki daya tawar tinggi bagi pemerintah yang berkuasa berupa kekuatan dan pengalaman di parlemen. Golkar memainkan banyak isu strategis yang bisa merepotkan jalannya pemerintahan.
"Kepentingan Golkar untuk gabung dalam pemerintahan sangat kuat. Tetapi di sisi lain pemerintah juga sangat tergantung pada Golkar, hal itu juga disadari oleh Presiden Jokowi saat ini," pungkas Sebastian.