Liputan6.com, Jakarta - Cerita pilu Yuyun, siswi SMP di Rejang Lebong, Bengkulu yang diperkosa dan dibunuh 14 remaja di kampungnya, terus bergulir. Aksi doa dan solidaritas untuk anak 14 tahun itu kini mengalir deras di pelosok nusantara.Â
Di Jakarta, ratusan warga memanfaatkan acara Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) atau Car Free Day (CFD) untuk menggelar aksi solidaritas untuk Yuyun di Bundaran Hotel Indonesia.
Dalam aksinya, mereka menggelar spanduk sepanjang 300 meter dan mengajak pengunjung tanda tangan mendukung penuntasan kasus Yuyun.
Inisiator aksi, Grace Natalie mengatakan, aksi ini sengaja dilakukan untuk mendesak aparat penegak hukum memberikan hukuman seberat-beratnya kepada para pelaku.
"Kami ingin para pelaku mendapatkan hukuman seberat-beratnya. Tidak cukup hanya 15 tahun," kata Grace, Minggu 8 Mei 2016.
Grace menambahkan, kasus Yuyun merupakan masalah yang harus segera dibenahi. Tak hanya oleh pemerintah, tetapi juga seluruh warga masyarakat. Sebab, kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kaum perempuan terus saja terjadi.
"Ada problem memang yang harus segera ditangani dan tidak bisa ditunda lagi. Kasus kekerasan terhadap wanita masih terus terjadi," kata Grace.
Advertisement
Di Bengkulu, hujan gerimis tidak menyurutkan langkah ratusan warga Bengkulu menggelar doa untuk Yuyun. Bertempat di Kawasan Sport Center Pantai Panjang, mereka mengheningkan cipta, doa bersama dan menyatakan sikap bahwa kasus ini harus jadi pelajaran bersama agar tidak ada lagi korban seperti Yuyun.
Koordinator aksi Muharram Effendi menyatakan semua pihak harus memantau proses ini dan memberikan dukungan moril, perlindungan serta pemulihan pada keluarga korban kekerasan seksual.
"Yuyun hanya contoh kecil dari banyak kasus kekerasan seksual di Indonesia. Negara harus hadir melindungi generasi muda penerus bangsa," ujar Effendi di Bengkulu, Minggu 8 Mei 2016.
Usai menyatakan sikap, para peserta aksi menggalang tandatangan dukungan mendesak pemerintah segera merevisi undang undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
Doa untuk Yuyun juga mengalir dari Lebak, Banten. Komunitas Perempuan Kabupaten Lebak mengecam pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Yuyun.
"Kami menilai pelaku sangat biadab dan keji dengan melakukan itu," kata Uni (50), salah satu anggota komunitas perempuan Kabupaten Lebak, Sabtu, 7 Mei 2016.
Menurut dia, pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Yuyun sama saja melukai kaum perempuan. Apalagi, itu dilakukan secara bergiliran kemudian dia dicekik hingga tewas dan jasadnya dibuang ke jurang.
Karena itu, pihaknya meminta pelaku pembunuhan dan pemerkosaan dihukum seberat-beratnya dan kebiri.
"Kita prihatin saat ini banyak kasus kekerasan seksual yang dialami kaum perempuan hingga dilakukan pembunuhan," kata dia.
Mulyanah (40), dari komunitas perempuan Kabupaten Lebak mendukung penerapan kebiri bagi pelaku kejahatan seksual agar memberikan efek jera bagi pelaku lainnya.
Saat ini, kasus kekerasan seksual juga terjadi di Kabupaten Lebak yang korbannya anak-anak dan pelajar. Bahkan, mereka pelaku kejahatan seksual itu seorang guru juga kepala sekolah.
Karena itu, pemerintah segera menerapkan kebiri juga hukum penjara 30 tahun bagi pemerkosa dan pembunuh perempuan.
"Kami mendesak undang-undang hukuman kebiri yang saat ini masih dalam pengkajian segera direalisasikan. Itu bagus hukum kebiri," ujar dia.
Ketua Perempuan Islam Kabupaten Lebak Endoh Mahpudoh mengatakan, pihaknya mengecam perkosaan dan pembunuhan Yuyun. "Kami mengecam keras terhadap pelaku pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis di bawah umur itu," kata Endoh.
Aksi solidaritas untuk Yuyun digelar serentak di 14 kota di Indonesia. Kota-kota tersebut adalah Jakarta (Bundaran Hotel Indonesia), Bandung (CFD Dago), Balikpapan (Lapangan Merdeka), Bengkulu (Pantai Panjang Bengkulu), Gorontalo (Gelanggang Remaja), Palembang (CFD Kambang Iwak Park City), Padang (Tugu Perdamaian Pantai Padang).
Kegiatan ini juga digelar di Palangkaraya (CFD Bundaran Besar), Purwakarta (Situ Buleud), Kendari (Lapangan MTQ), Kupang (Lapangan Bola Kecamatan Kupang Barat), Kuningan (Jalan Siliwangi), Makassar (CFD Sudirman), Mamuju (Anjungan Pantai Manakara).
Perppu Perlindungan Anak
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani menyampaikan rasa dukacita mendalam atas tragedi Yuyun.
"Semoga amal ibadah almarhumah diterima Allah SWT dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan," ujar Puan melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu 7 Mei 2016.
Puan menyatakan, pemerintah telah menyiapkan draf Perppu UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, dengan menambahkan hukuman tambahan maksimal (hukuman kebiri) bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Puan Maharani juga menambahkan, pemerintah akan terus berkoordinasi untuk meningkatkan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak antara lain penguatan sosialisasi dan edukasi di sekolah, keluarga, dan media.
"Pengembangan deteksi dini kekerasan terhadap anak, penyusunan Perpres tentang Perlindungan Peserta Didik dari Kekerasan di Lingkungan Pendidikan serta membangun sistem informasi tindak kekerasan terhadap anak," ucap Puan.
Ketua MPRÂ Zulkifli Hasan menilai tragedi yang menimpa Yuyun di Bengkulu dapat menjadi momentum untuk pengesahan RUU Perlindungan Anak dan Kejahatan Seksual menjadi UU.
"Kita minta agar RUU Kejahatan Seksual segera disahkan. Kita akan minta Fraksi PAN DPR RI menjadi pelopor untuk RUU ini," kata Zulkifli di Hotel Grage Cirebon, Jumat 6 Mei 2016.
Pria yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyatakan selain narkoba, kejahatan seksual saat ini sudah harus jadi perhatian karena sudah masuk kategori darurat.
Intelijen Khusus Kementerian PPPA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) Yohana Yembise meminta pemerintah daerah dan semua pihak dapat menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Yohana menegaskan, kementeriannya akan segera mengajukan revisi UU Perlindungan Anak dan mempercepat pembahasan RUU Kebiri sehingga para pelaku kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak mendapat efek jera.
Hukuman kebiri untuk pelaku kejahatan seksual saat ini ada di tangan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani. Pihaknya, telah menyerahkan keputusannya kepada anak Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri itu.
"Dalam rapat terbatas dengan presiden dan ibu menteri PMK, keputusan itu diambil alih beliau. Karena banyak pro dan kontra. Terlebih, banyak yang kontra karena ini menyangkut HAM," ujar Yohana di Slipi, Jakarta Barat, Rabu 4 Mei 2016.
Yohana menjelaskan, draf aturan itu telah diselesaikan pihaknya pada Desember 2015. Hukumannya, berupa suntik kimia agar para pelaku kejahatan seksual tak mampu lagi menggunakan alat vitalnya untuk bereproduksi.
"Kami dan Jaksa Agung cuma menunggu kabar dari ibu menteri (Puan Maharani), sebab beliau yang meminta," tegas dia.
Metode hukuman kebiri, kata Yohana, para pelaku tak akan mampu lagi melakukan kejahatan seksual. Sebab, alat vital mereka akan disuntik dengan zat kimia, yang membuat alat kelamin mereka tak berfungsi.
"Kami tegaskan kembali, suntik kebiri ini sudah dibuat di Desember, mereka itu dihukum dengan cara disuntik, itu berdasarkan undang-undang perlindungan anak," terang dia.
Meski peraturan itu belum berlaku, Yohana mengatakan, timnya sudah bekerja di lapangan, mengawasi para pelaku kejahatan seksual, perdagangan perempuan, dan agen penyedia jasa pembantu rumah tangga yang mengekploitasi anak serta perempuan.
"Kita punya intelijen khusus, ini kita gunakan. Mereka yang terbukti melakukan human trafficking, langsung kita laporkan, dan kalau perlu saya ikut ke sana," kata dia.
Yohana menegaskan, kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak harus segera diselesaikan, dengan merevisi undang-undang yang bisa membuat para pelaku jera.
Pelaku Minta Keringanan
Sebanyak lima dari tujuh terdakwa kasus kejahatan seksual yang menyebabkan kematian Yuyun (14), warga Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu mengajukan surat permohonan keringanan hukuman.
Kelima terdakwa itu adalah AI, SL, FS, EK dan SU. Kuasa hukum para terdakwa, Gunawan mengatakan surat permohonan itu diserahkan kepada majelis hakim pembacaan pembelaan atau pledoi.
Surat itu ditandatangani masing-masing orangtua terdakwa yang intinya memohon keringanan dan berharap vonis yang dijatuhkan bisa seringan mungkin. Namun, pengajuan keringanan tidak diikuti dua terdakwa di bawah umur lainnya, yakni DE dan DH.
"Semua tergantung keputusan majelis hakim, hak para terdakwa sudah kita sampaikan," ujar Gunawan saat dihubungi Minggu 8 Mei 2016.
Ia berharap vonis yang dijatuhkan majelis hakim tidak lebih dari 7 tahun 6 bulan, atau setengah dari ancaman yang tertuang dalam pasal-pasal tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum.
Jika vonis lebih dari jumlah tersebut, pihaknya akan berkonsultasi terlebih dahulu kepada keluarga para terdakwa apakah akan melanjutkan proses hukum ke tingkat banding atau menerima saja keputusan yang dibacakan nanti.
"Banding atau tidak sangat tergantung keputusan Hari Selasa dan keputusan bersama para keluarga mereka," ucap Gunawan.
Terkait temuan lembaga Cahaya Perempuan WCC Bengkulu yang mencurigai lima dari tujuh terdakwa sudah berumur lebih dari 17 tahun, Gunawan enggan berkomentar. Dia mengaku hanya mendampingi para terdakwa karena ditunjuk negara.
"Soal umur, saya no comment. Bukan wilayah saya untuk menjawabnya," ujar Gunawan.
Berdasarkan hasil investigasi, Lembaga Cahaya Perempuan Women Crisis Centre (WCC) Bengkulu menyebut hanya tiga pemerkosa sekaligus pembunuh Yuyun yang masuk kategori anak.
Koordinator Divisi Pelayanan WBC Desi Wahyuni menyebutkan para pelaku yang menjalani peradilan anak itu terdiri atas Dedi Indra Muda (19), Dahlan (17), Febriansyah Syahputra (18), Sulaiman (18), AI (18), EK (16) dan SU (16).
Sedangkan, lima pelaku lain yaitu Suket (19), Bobi (20), Faisal Edo (19), Zainal (23), Tomi Wijaya (19) masih menunggu proses persidangan.
"Kita mencurigai dari tampang dan bentuk fisik mereka yang masuk kategori anak itu, sama sekali tidak mencerminkan dua tergolong anak-anak," kata Desi.