13-15 Mei 1998, Ketika Api dan Amarah Mengoyak Jakarta

Ratusan orang tewas terpanggang dalam peristiwa kerusuhan yang melanda Jakarta sepanjang Kamis, 14 Mei 1998.

oleh Yus Ariyanto diperbarui 13 Mei 2016, 08:59 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2016, 08:59 WIB
Peringatan Tragedi Mei 1998
Ratusan orang tewas dalam peristiwa kerusuhan yang melanda Jakarta sepanjang Kamis, 14 Mei 1998.

Liputan6.com, Jakarta - Massa mulai menyambangi kawasan di sekitar Kampus Trisakti, Rabu 13 Mei 1998, menjelang tengah hari. Saat itu ribuan mahasiswa Universitas Trisakti tengah menggelar aksi berkabung gugurnya empat kolega mereka sehari sebelumnya. Presiden Soeharto sedang di Kairo, Mesir.

Pada pukul 12.00 WIB, sebuah truk sampah di perempatan jalan layang Grogol dibakar massa. Aparat yang berjaga di depan Mal Ciputra dilempari massa dengan batu, botol, dan benda lain.

Rambu-rambu lalu lintas dan pagar pembatas jalan dicabuti. Menghadapi semua itu, aparat melepas tembakan peringatan dan gas air mata. Massa berhamburan menghindar.

Di Jalan Daan Mogot, massa membakar dan merusak gedung dan mobil. Di halaman parkir, di belakang Mal Ciputra yang biasa digunakan sebagai tempat parkir mahasiswa Universitas Trisakti dan Universitas Tarumanagara, 15 mobil hangus, 1 mobil terbakar, dan 9 mobil lain hancur. Isi mobil dijarah massa.

Pada saat bersamaan, kerusuhan juga meletus di kawasan Jalan Jenderal Sudirman: di depan gedung Wisma GKBI, gedung BRI I dan II, serta Bendungan Hilir. Kerusuhan bermula ketika ratusan mahasiswa Unika Atma Jaya menggelar aksi keprihatinan dan dukacita bagi korban penembakan di Universitas Trisakti, sekitar pukul 13.00 WIB. Dua ruko di pertokoan Bendungan Hilir rusak dan dua mobil terbakar.

Suasana terus mencekam. Pukul 15.30 WIB, di kawasan Daan Mogot, tiga helikopter terbang rendah dan petugas di dalamnya meminta massa pulang ke rumah-masing. Tak digubris. Massa menyerang pos polisi di Terminal Grogol dengan lemparan batu.

Tragedi Mei 1998 (foto: Afp/bbc)

Massa Menjarah

Selepas Magrib, kerusuhan mulai muncul di sejumlah kawasan, terutama di Jakarta Barat. Di Jalan Bandengan Selatan, Tubagus Angke, dan Jembatan Dua, massa menjarah rumah-rumah warga. Beberapa toko dibakar. Di Jalan Lingkar Luar Barat, massa mencegat dan menjarah kendaraan.

Mal Puri Indah dan perumahan Green Garden dirusak. Pembakaran gedung dan mobil serta penjarahan toko berlangsung hingga menjelang tengah malam, terutama di kawasan Angke, Jakarta Utara.

Keesokan harinya, Kamis 14 Mei 1998, kerusuhan di Jakarta dan sekitarnya berlanjut. Di depan kampus Universitas Indonesia, Salemba, sekitar pukul 12.00 WIB, massa mencabuti pagar pembatas jalan.

Mereka lalu bergerak ke arah RS St Carolus, tempat aparat keamanan membarikade jalan. Massa melemparkan batu-batu dan membuat aparat mundur ke arah Jalan Matraman Raya.

Kerusuhan Merajalela

Sekitar pukul 13.25 WIB, pasukan Marinir TNI AL datang menenangkan. Bersama massa, mereka mulai membersihkan jalan. Kemudian massa ditahan di perempatan Jalan Salemba Raya-Matraman Raya. Tapi aksi massa berlanjut.

Tujuh kendaraan di depan Polsek Matraman, terdiri dua mobil derek, empat mobil penumpang, dan sebuah sepeda motor pelat merah ludes dibakar massa, termasuk sebuah jip polisi. Enam gedung perkantoran dan perdagangan lain rusak berat akibat hantaman batu.

Di kawasan Pegangsaan-Proklamasi-Diponegoro, sejumlah gedung dilempari, di antaranya Gedung Astra Mobil, Gedung BII, seluruh toko di kompleks Megaria, pasar swalayan Hero, dan pertokoan di apartemen Menteng Prada. Barang-barang di pertokoan ludes digasak. Pos polisi di bawah jembatan layang Manggarai, termasuk mobil dan motor yang diparkir hangus terbakar.

Massa juga bergerombol dan membakar kendaraan di Jalan Gunung Sahari, Sawah Besar, Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Pasar Senen, Jalan A Yani, kawasan Mangga Dua, dan Jalan Palmerah. Di kawasan Pasar Baru, Senen, dan Cempaka Putih, massa bergerombol di jalan-jalan dan menjarah barang-barang dari pertokoan.

Lantas, kerusuhan di kawasan Semanggi-Sudirman mengakibatkan seorang pemuda terluka akibat tembakan peluru karet di bahu kanannya. Tembakan dilepaskan aparat yang berusaha menghalau massa yang berkerumun di jembatan Semanggi ke arah Jl Sudirman.

Sebuah prasasti untuk memperingati Tragedi Mei 1998 dibangun di Komplek Pemakaman Masal Tragedi Mei 1998 TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Massa di depan gedung BRI I dan II berkumpul sejak pukul 12.00 WIB. Mereka membakar ban di jalan raya dan mengajak mahasiswa Universitas Katolik Atma Jaya, yang saat itu sedang menggelar aksi di halaman depan kampus, untuk bergabung. Namun para mahasiswa menolak.

Massa menjebol rambu-rambu lalu lintas, membongkar papan-papan penunjuk jalan di sisi pagar jembatan Semanggi. Menjelang pukul 17.30 WIB, massa berangsur-angsur meninggalkan lokasi. Tidak ada angkutan umum yang beroperasi. warga terpaksa jalan kaki.

Di pusat perdagangan Jalan Gajah Mada, massa bergerak sejak pagi dari arah Grogol, melewati Jl Kiai Tapa dan Hasyim Ashary, kemudian masuk ke Jl Gajah Mada. Toko-toko di sepanjang jalan yang mereka lewati dilempari sehingga rusak berat. Sebuah mobil dibakar tak jauh dari kawasan Roxy Mas. Memasuki Jl Gajah Mada massa bergerak ke arah Glodok, bersamaan dengan itu ribuan massa dari jalan-jalan kecil yang ada di sisi Jl Gajah Mada dan Hayam Wuruk keluar dan bergabung.

Mural yang diberi tema “Prasasti Tragedi Trisakti dan Mei 1998” bertujuan mengingatkan kepada pemerintah dalam penuntasan kasus tersebut, Selasa (14/5/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Aksi penjarahan hanya diawasi aparat keamanan gabungan. Mereka membentuk barikade di ujung jalan menuju Setneg, Bina Graha, dan Istana Merdeka. Arus lalu lintas dari Jalan Medan Merdeka Timur dan Barat dibelokkan ke Jalan Juanda.

Penjarahan juga berlangsung di pusat perbelanjaan Golden Truly di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Di kawasan segitiga Senen, Jakarta Pusat, aparat keamanan memblokir jalan-jalan menuju Atrium Senen.

Kerusuhan juga melanda pinggiran Jakarta. Misalnya, di kawasan Cinere. Selepas tengah hari hingga petang, di sekitar Pasar Cinere, sebuah toko bahan bangunan, sebuah toko kelontong, sebuah dealer sepeda motor, dijarah ribuan perusuh. Sekitar 40 sepeda motor dari dealer yang dijarah, dibakar di tengah jalan. Turut hangus juga tiga mobil. Aparat keamanan tak berbuat banyak.

Ratusan Orang Meninggal

Tragisnya, ratusan orang tewas terpanggang dalam peristiwa kerusuhan yang melanda Jakarta sepanjang Kamis 14 Mei 1998. Korban-korban umumnya terjebak di Plaza Sentral Klender dan Ramayana Koja.

Jadi, ketika sebagian massa sedang menjarah, sebagian lagi melakukan pembakaran. Ketika api membesar, cukup banyak yang terjebak. Puluhan tewas karena melompat dari lantai satu, dua, atau tiga untuk menyelamatkan diri.

Sebagian korban lain pingsan disergap asap dan kemudian tewas terpanggang. Dalam proses evakuasi di Plaza Sentral Klender, Jumat 15 Mei 1998, yang dimulai sejak pukul 07.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB, menemukan 118 jasad dalam keadaan hangus.

Suasana makam para korban Tragedi Mei 98 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2015). Sebuah Prasasti dibangun di kawasan tersebut untuk menjadi pengingat negara agar tak terulang lagi. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Petugas kamar jenazah RSCM, secara total, diminta menyiapkan 170 kantong jenazah untuk korban kerusuhan di Plaza Sentral Klender, 36 untuk Ramayana Koja, dan 300 untuk Ramayana Ciledug. Belum termasuk untuk 22 jenazah dari sejumlah lokasi penjarahan di Jakarta Barat.

Perihal korban yang tewas dan luka-luka, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk pemerintahan BJ Habibie menemukan variasi jumlah.

"Data Tim Relawan 1190 orang meninggal akibat ter/dibakar, 27 orang akibat senjata/dan lainnya, 91 luka-luka; data Polda 451 orang meninggal, korban luka-luka tidak tercatat..." tulis TGPF dalam laporan akhir mereka.

Pada 14 Mei 1998, di Kairo, Presiden Soeharto akhirnya bicara di depan masyarakat Indonesia di sana. Ia mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan demikian.

Soeharto tiba di Indonesia pada 15 Mei 1998 setelah mempersingkat masa kunjungannya. Jakarta masih mencekam. Kerusuhan masih terjadi di beberapa titik dengan skala lebih kecil. Enam hari kemudian, Soeharto mengundurkan diri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya