KPK Cegah Sopir Sekretaris MA Nurhadi ke Luar Negeri

KPK berencana menjemput paksa Royani yang disebut sebagai sopir sekaligus ajudan Sekretaris MA Nurhadi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 16 Mei 2016, 10:53 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2016, 10:53 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Royani ke luar negeri. Dia disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.

Pencegahan itu terkait penyidikan kasus dugaan suap penanganan perkara peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"KPK telah mengajukan surat permintaan cegah terhadap Royani (ke Direktorat Jenderal Imigrasi)," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) KPK Yuyuk Andriati ketika dikonfirmasi, Jakarta, Senin (16/5/2016).

Menurut dia, KPK telah mengirim pengajuan cegah ke Ditjen Imigrasi sejak 4 Mei 2016. Pencegahan ke luar negeri terhadap Royani itu berlaku 6 bulan ke depan demi kepentingan penyidikan.

Royani sendiri telah 2 kali dijadwalkan diperiksa penyidik KPK pada 29 April 2016 dan 2 Mei 2016. Namun, Royani tidak sekalipun pernah hadir tanpa keterangan alias mangkir. ‎Oleh karena itu, KPK berencana menjemput paksa Royani.

"(Upaya) jemput paksa masih terus diupayakan," ucap Yuyuk.

Kasus pengamanan perkara PK ini terungkap dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu. Pada tangkap tangan itu, KPK menangkap Panitera PN Jakpus, Edy Nasution dan satu orang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Edy diduga telah menerima uang sebesar Rp 50 juta dari Doddy. Ditengarai kuat, uang itu bukan pemberian pertama. Penyidik menduga telah ada pemberian uang sebelumnya dari Doddy ke Edy sebesar Rp 100 juta.

KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya