Sopir Sekretaris MA Diduga Disembunyikan, KPK Siap Jemput Paksa

Royani merupakana salah satu saksi penting KPK, terutama untuk bisa mengungkap keterlibatan Nurhadi dalam perkara ini.

oleh Oscar Ferri diperbarui 17 Mei 2016, 04:43 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2016, 04:43 WIB
20160308- Sekretaris MA- Nurhadi-Diperiksa KPK-Jakarta-Helmi Afandi
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi selesai menjalani pemeriksaan terkait dugaan suap Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/3/2016). Nurhadi diperiksa KPK selama 10 jam. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Royani, orang yang disebut-sebut sebagai sopir sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.

KPK menduga Royani sengaja disembunyikan Nurhadi. Sebab, sudah dua kali Royani mangkir dari pemeriksaan KPK dalam kasus dugaan suap pengamanan perkara peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Diduga seperti itu (disembunyikan Nurhadi). Tapi kita dalami dulu, apakah benar hanya peran satu orang itu (Nurhadi) atau juga ada yang lain," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/5/2016).

Yuyuk tak menampik, keterangan Royani sangat diperlukan penyidik dalam‎ kasus ini. Mengingat dia merupakana salah satu saksi penting, terutama untuk bisa mengungkap keterlibatan Nurhadi dalam perkara ini.

"Pintu masuknya (keterlibatan Nurhadi) bisa dari mana saja. Bisa dari saksi mana saja. Tetapi memang dia (Royani) punya keterangan penting yang harus dimintai oleh penyidik," ucap Yuyuk.

KPK pun sudah mengirim surat pencegahan ke Direktorat Jenderal Imigrasi terhadap Royani. Royani dicegah ke luar negeri untuk 6 bulan ke depan demi kepentingan penyidikan.

 

KPK juga tak menutup kemungkinan menjerat Nurhadi dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang mengatur tentang upaya menghalangi penyidikan.

"Bisa saja itu (menerapkan Pasal 21) dilakukan," ujar Yuyuk.

Aturan Pasal 21 UU Tipikor secara tegas menyatakan setiap orang yang menghalangi penyidikan kasus korupsi bisa dihukum penjara. Ancaman hukumannya paling singkat tiga tahun penjara dan maksimal 12 tahun penjara.

Meski demikian, KPK tengah mengupayakan jalan lain, yakni menghadirkan paksa Royani untuk diperiksa.

"(KPK) merencanakan beberapa strategi, termasuk itu untuk pemanggilan saksi dan apakah mungkin menerapkan pasal menghalang-halangi penyidik Pasal 21," ujar Yuyuk.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya