Polisi Periksa Sopir Transjakarta Kecelakaan di Perlintasan KA

Ada dua perundangan yang mengatur mengenai perlintasan sebidang dengan jalan raya.

oleh Andrie Harianto diperbarui 20 Mei 2016, 15:54 WIB
Diterbitkan 20 Mei 2016, 15:54 WIB
20160519-Bus Transjakarta Dihantam Kereta Api di Mangga Dua-Jakarta
Sebuah kecelakaan terjadi antara bus transjakarta dengan Kereta Senja Utama Solo di perlintasan Gunung Sahari, Jakarta, Kamis (19/5). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sub Direktorat Penegakkan Hukum (Gakkum) Lalu Lintas Polda Metro Jaya memeriksa sopir bus Transjakarta yang terlibat kecelakaan dengan Kereta Api Senja Utama Solo, Kamis 19 Mei 2016.

"Hari ini sudah diperiksa Gakkum," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat (20/5/2016).

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik akan memeriksa ada tidaknya kesalahan atau pelanggaran lalu lintas yang dilakukan pramudi Transjakarta.

"Kita periksa dulu biar tahu pelanggarannya di mana," kata Awi.

Selain memeriksa sopir Transjakarta, polisi juga memeriksa petugas palang pintu kereta api. Polisi ingin mengetahui apakah ada unsur kelalaian dalam peristiwa yang juga melibatkan minibus Avanza bernomor polisi B 2198 TFO tersebut.

Terkait perjalanan kereta api diatur di dalam dua perundangan, yaitu UU 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan dan Jalan (LLAJ), serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Dalam UU 22/2009 Pasal 114 berbunyi:

Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, Pengemudi Kendaraan wajib:
a.berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan atau ada isyarat lain;
b. mendahulukan kereta api; dan
c. memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Sementara Pasal 296 mengatur mengenai sanksi yang dilanggar, bunyinya:

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Sementara di Pasal 124 UU 23/2007 berbunyi:

Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.

Sementara pasal 90 huruf d mengatur mengenai prioritas perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.

Sementara pasal 94 berbunyi:

(1) Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup.

(2) Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya