Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, perbedaan pandangan soal pengangkatan mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional, di partinya adalah hal lumrah.
Sejumlah kader PDI Perjuangan yang menolak usulan tersebut, karena adanya TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998. Tapi menurut Hasto, menjawab usulan itu yang paling tepat dengan mendengarkan suara rakyat.
"PDIP hargai perbedaan, itu sebagai hal yang mematangkan kualitas demokrasi, substansinya biar rakyat yang nilai. Ketika ambil keputusan penting tidak boleh melupakan rakyat," kata Hasto di GOR Ciracas, Jakarta Timur, Sabtu (21/5/2016).
Baca Juga
Hasto menjelaskan, sikap partainya terkait wacana tersebut sepenuhnya diserahkan pada proses legalitas pengangkatan seseorang sebagai pahlawan. Namun, ia meminta agar proses itu tidak digeser pada isu politik.
"Diperlukan tahapan-tahapan, jangan sampai persoalan jadi isu politik," kata dia.
Hasto pun mengaku teringat pesan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, bahwa partainya tidak boleh tersandera persoalan masa lalu.
"Karena tidak boleh tersandera masa lalu, bangun langkah rekonsiliasi untuk kejar ketertinggalan dari bangsa lain," ujar dia.
Kendati, Hasto menampik jika disebut PDIP otomatis menyepakati usulan gelar pahlawan Soeharto. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya agar polemik ini dikaji lebih dulu.
"Perlu kajian sehingga perlu pendalaman, dengar rakyat untuk mematangkan partisipasi publik untuk hal penting. PDIP akan dorong sembuhkan luka-luka masa lalu, gotong royong dan tatap masa depan," tutup Hasto.