MA Peringatkan Sekretaris Nurhadi Karena Bolos Lama

Royani, sopir Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi MA menghilang. MA sudah melakukan sejumlah cara untuk mencari keberadaan Royani.

oleh Oscar Ferri diperbarui 27 Mei 2016, 17:58 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2016, 17:58 WIB
20151030-Gedung-Mahkamah-Agung
Gedung Mahkamah Agung (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan Royani, belum diketahui. Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat membutuhkan keterangan orang yang disebut-sebut sebagai sopir ‎sekaligus ajudan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

MA juga tidak mengetahui keberadaan Royani. Bahkan, sebagai seorang PNS, Royani sudah membolos alias tidak pernah masuk kerja sejak kasus dugaan suap pendaftaran peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mencuat dan ditelisik KPK.

"Saya cek di bagian absen, dia tidak ada. Untuk berapa lama saya belum tahu," ujar Juru Bicara MA, Hakim Agung Suhadi, Jumat (27/5/2016).

Namun, bukan berarti Mahkamah Agung berdiam diri. Suhadi mengatakan induk lembaga peradilan te‎rtinggi di Indonesia itu sudah melakukan sejumlah cara untuk mencari keberadaan Royani. Salah satunya dengan melayangkan surat peringatan untuk Royani. Surat tersebut dikirim kepada kepala desa, tempat tinggal Royani, supaya kembali masuk kerja.

"Kita sudah kasih surat ke kepala desanya, agar yang bersangkutan masuk kerja ke MA," ucap Suhadi.

Royani sudah dua kali mangkir dari panggilan pemeriksaan penyidik KPK. Bahkan, keberadaannya tidak diketahui oleh KPK. Sehingga, KPK kesulitan untuk mengorek keterangan orang yang disebut-sebut sopir sekaligus ajudan Sekretaris MA, Nurhadi itu.

Namun, bersama Nurhadi, KPK sudah mengirim surat pencegahan ke luar negeri ke Dirjen Imigrasi. Pencegahan terhadap Nurhadi dan Royani itu berlaku untuk 6 bulan ke depan, agar sewaktu-waktu dibutuhkan keterangannya kedua bersangkutan tidak sedang di luar negeri.

Pada kasus dugaan suap pendaftaran perkara PK pada PN Jakpus ini, KPK sudah menetapkan dua tersangka. Mereka yakni Panitera/Sekretaris PN Jakarta Pusat, Edy Nasution dan Direktur PT Kreasi Dunia Keluarga, Doddy Ariyanto Supeno.

Edy diduga dijanjikan uang hingga Rp 500 juta oleh Doddy. Pada saat ditangkap tangan, KPK menemukan uang Rp 50 juta yang diduga sebagai suap. Namun pada perkembangannya, KPK menemukan indikasi ada penerimaan lain oleh Edy sebesar Rp 100 juta dari Doddy.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya