Dikalahkan Nelayan, Pemprov DKI Melawan

Majelis hakim PTUN Jakarta juga menegaskan bahwa proyek pembangunan reklamasi di Pulau G ditunda sementara.

oleh Moch Harun SyahDelvira Hutabarat diperbarui 31 Mei 2016, 22:34 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2016, 22:34 WIB
20160531-PTUN Kabulkan Gugatan Nelayan-Jakarta-Helmi Afandi
Nelayan bersuka cita usai PTUN mengabulkan gugatan mereka terkait SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G, Jakarta, Senin (31/5). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan yang dimohonkan oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Pembatalan itu terkait Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok soal izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

"Mengabulkan. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra," kata Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo di PTUN Jakarta, Selasa (31/5/2016) sore.

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendaftarkan gugatan terkait SK Pemberian Izin Reklamasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 15 September 2015.

Mereka menggugat Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Nelayan menganggap, izin reklamasi yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melanggar sejumlah aturan dan berdampak merugikan nelayan. Gugatan didaftarkan di PTUN, Jakarta Timur, dengan nomor perkara 193/G.LH/2015/PTUN-JKT.

Majelis Hakim PTUN Jakarta mengabulkan gugatan nelayan dan warga pesisir utara Jakarta, atas SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G PT Muara Wisesa Samudra, Jakarta, Senin (31/5). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Tak hanya itu, majelis hakim PTUN Jakarta juga menegaskan bahwa proyek pembangunan reklamasi di Pulau G ditunda sementara sampai ada keputusan hukum yang berkekuatan tetap.

"Mengadili, mengabulkan gugatan penggugat untuk meminta penundaan sampai berkekuatan hukum tetap," kata Adhi Budhi.

Sesaat setelah hakim membacakan putusan, puluhan nelayan yang menghadiri persidangan langsung naik ke atas kursi di ruang sidang dan mengumandangkan kalimat takbir. Mereka juga terus berteriak menolak reklamasi.

Reklamasi Jalan Terus

Menanggapi putusan itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tak mempermasalahkannya. "Kalau sampai kita kalah, senang saya. Reklamasi mah jalan terus," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta.

Hanya, Ahok mengaku kapok memberikan izin prinsip reklamasi kepada swasta melainkan akan dikerjakan DKI sendiri. Karena tidak bisa membatalkan, Ahok merasa beruntung lantaran pembatalan diputuskan oleh pengadilan.

Nelayan membawa keranda jenazah jelang sidang keputusan hakim terkait gugatan nelayan atas SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G, Jakarta, Senin (31/5). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

"Saya enggak mau kasih swasta lagi. Karena saya enggak bisa batalkan. Orang cuma dapat 15 persen kok keuntungan. Kalau saya kerja sendiri seratus kali dong. Kalau kamu punya keuangan kerjakan sendiri kamu dapat 100 persen gimana? Sendiri dong," jelas Ahok

Mantan Bupati Belitung Timur itu pun menegaskan, meski ada keputusan tersebut, pembangunan reklamasi tetap berjalan.

"Di seluruh dunia ini harus ada reklamasi. Jadi kita bukan menentang reklamasi. Yang dipersoalkan kan kemarin teknis reklamasi yang bermasalah. Kamu kalau enggak mau reklamasi, Jakarta tambah padat mau ke mana? Kamu ngomong aja di dunia mana enggak reklamasi? Itu aja masalahnya," tegas Ahok.

Ahok menyatakan pihaknya tak bisa menghentikan proyek reklamasi. Selain itu, dia menegaskan bahwa putusan itu tidaklah melarang reklamasi, melainkan hanya pembatalan perizinan kepada PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL) untuk membangun Pulau G.

"Putusan PTUN bukan melarang reklamasi lho. Enggak bisa (dihentikan) kalau belum inkracht, enggak bisa dong. Kan lagipula sudah disetop (pembangunan) dari lingkungan hidup, disuruh benahi dulu. Kalau nelayan menang kan bisa gugat-menggugat tunggu waktu," Ahok menjelaskan.

Opsi ke Jakpro

Dengan keputusan untuk mencabut SK tersebut, Ahok mempunyai solusi yakni opsi menyerahkan pembangunan reklamasi Pulau G kepada salah satu BUMD DKI, yakni PT Jakpro.

"Dia (PTUN) cabut izinnya, makanya kita proses lagi. Kita tinggal cari yang baru, Jakpro mau lagi, enggak yang baru. Itu hak kita (tunjuk Jakpro), itu punya kita kok. Makanya kalau dia cabut itu, kita mesti pelajari dulu dasar hukumnya apa," Ahok membeberkan.

Nantinya apabila Jakpro yang akan mengambil alih pembangunan Pulau G, maka kewajiban membayar kontribusi tambahan tetap diberlakukan layaknya kepada pengembang swasta.

"Tetap yang kontribusi tambahan, siapa pun yang lakukan reklamasi harus ada kontribusi tambahan. BUMD kami pun berlaku sama," ujar Ahok

Terkait nasib nelayan Teluk Jakarta yang menolak reklamasi, Ahok mengaku akan mengecek kembali apakah benar yang menuntut adalah nelayan.

"Kita cek dulu semua warga nelayan, nelayan yang mana? Makanya kita tawarin dulu rusun, Pulau Seribu. Kan kita mau bangun kampung nelayan juga nih, di Cilincing yang tanggul, termasuk yang Muara Baru, Muara Angke," ucap Ahok.

Sejumlah warga memadati kawasan Muara Angke untuk melihat proses reklamasi di Jakarta, Minggu (17/4). Lokasi yang dulunya mejadi tempat nelayan mencari ikan berubah menjadi dataran dari proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Dari situ kelihatan mana nelayan asli mana nelayan enggak. "Kamu lihat enggak kasus Kapuk Kamal itu rusun buat nelayan, akhirnya dijual Rp 150 juta-Rp 200 juta, nah itu kan kejadian dulu," jelas Ahok.

Ajukan Banding

Sementara itu, Wagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, pihaknya akan banding atas keputusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

"Banding, biar saja kita banding," ujar Djarot di Balai Kota Jakarta.

Mantan Wali Kota Blitar itu mengatakan, pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan kekalahan gugatan itu.

Sebab, kata dia, megaproyek reklamasi Jakarta, bukan hanya urusan Pemprov DKI, melainkan juga pemerintah pusat. "Reklamasi itu juga sudah masuk ranah pemerintah pusat, enggak apa-apa. Enggak masalah kalah gugatan," Djarot menegaskan.

Ahok Dinilai Tak Paham Putusan

Adapun penasihat hukum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Al-Ghifari Aqso mengatakan, Gubernur Ahok tidak mengerti sepenuhnya putusan PTUN terkait pencabutan SK dan penundaan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.

Dia mengatakan, putusan hakim bukan semata hanya membatalkan pengelolaan proyek oleh swasta. Jika Ahok akan tetap melanjutkan pembangunan reklamasi, kata Ghifari, itu sama saja dengan Ahok melawan hukum.

"Klaim gubernur seperti itu tidak paham putusan PTUN, kalau ada upaya (reklamasi) berarti itu pembangkangan," kata Ghifari di PTUN, Jakarta Timur, Selasa.

Dia melanjutkan, terkait anggapan Ahok yang menyebutkan jika Pemprov DKI justru diuntungkan lantaran jatahnya akan kembali 100 persen dan bukan 15 persen juga dinilai tidak tepat.

Sebab, menurut Ghifari, proyek reklamasi bukanlah tentang pengelolaan oleh dan buat siapa.

"Ini bukan soal pengelolaan buat siapa jadi persentase begitu tidak tepat," kata dia.

Terakhir, Ghifari menuturkan, jika merujuk pada putusan hakim PTUN seutuhnya, pembangunan proyek reklamasi sangat berdampak pada kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi nelayan. "Ada dampak sosbud."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya