Asma Kambuh, Anggota Komisi V DPR Damayanti Minta Pindah Tahanan

Damayanti juga mengajukan permohonan rujukan berobat ke RSPAD Gatot Subroto.

oleh Oscar Ferri diperbarui 08 Jun 2016, 17:06 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2016, 17:06 WIB
20160502- Damayanti Wisnu Putranti-Jakarta- Helmi Afandi
Tersangka kasus suap proyek pembangunan jalan di Ambon, Damayanti Wisnu Putranti meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (2/5/2016). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Damayanti Wisnu Putranti menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor. Dalam sidang ini, Damayanti didakwa menerima suap Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir.

Dalam sidang, Wakil Rakyat dari Fraksi PDIP itu m‎eminta agar penahanannya dipindahkan dari Rutan KPK ke Rutan Polres Metro Jakarta Selatan. Permintaan itu disampaikan kepada Majelis Hakim yang dipimpin Sumpeno.

Damayanti beralasan, selama mendekam di Rutan KPK yang berpendingin ruangan, asmanya kambuh. Karena itu, demi kesehatannya, ia meminta untuk dipindahkan dari Rutan tersebut.

"Asma saya sering kambuh karena kegiatan sehari-hari di rutan KPK yang tidak ada oksigen, tapi full AC. Maka itu saya ingin pindah ke tempat yang ada sirkulasi udara seperti di Polres Jaksel," ujar Damayanti di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).

Tak cuma itu, Damayanti juga mengajukan permohonan rujukan berobat ke RSPAD Gatot Subroto. Surat permohonan itu sudah diajukan dan diterima pihak KPK. KPK pun sudah memberi lampu hijau agar Damayanti dirujuk perobatannya ke RSPAD Gatot Subroto.

Akan tetapi, Hakim Ketua Sumpeno menyatakan, keinginan Damayanti untuk pindah rutan dan rujukan berobat itu tak bisa segera dipenuhi. Alasannya, Majelis Hakim belum mengetahui permintaan Damayanti ini.

"Pindah rutan sudah disampaikan ke KPK? Kami juga belum mengetahui rujukan rumah sakit ini, jadi sekarang belum bisa disepakati" kata Sumpeno.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti menerima suap Rp 8,1 miliar. Uang pelicin itu diterima Damayanti dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.

Uang sebanyak itu diberikan secara terpisah dengan rincian SGD 328 ribu, Rp 1 miliar dalam bentuk mata dollar Amerika Serikat dan SGD 404 ribu. Tujuan uang itu diberikan agar Damayanti mengusahakan proyek pembangunan jalan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara masuk ke dalam program aspirasi Komisi V DPR yang dicairkan melalui Kementerian PUPR.

Atas perbuatannya, Damayanti didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya