Kabareskrim: Tersangka Kasus Vaksin Palsu Bisa Bertambah

Bareskrim Mabes Polri mengungkap ada 14 rumah sakit, 6 bidan, dan 2 klinik yang menggunakan vaksin palsu.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 15 Jul 2016, 04:53 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2016, 04:53 WIB
Menkes Nila Moeleok
Menkes Nila Moeloek dan Kabareskrim Komjen Ari Dono mendatangi klinnik di Ciracas yang menjual vaksin palsu (Liputan6.com/Nanda)

Liputan6.com, Jakarta - Bareskrim Polri mengungkap ada 14 rumah sakit, 6 bidan, dan 2 klinik yang menggunakan vaksin palsu. Bareskrim kini melakukan penyelidikan kasus yang sama di wilayah selain DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

"Untuk sekarang, terakhir baru ada di daerah DKI, Jabar dan Banten, tapi yang baru kita buka ada di daerah DKI," ucap Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Ari Dono dalam rapat dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis 14 Juli 2016.

Ia menjelaskan kasus yang sedang dalam proses penyelidikan atau penyidikan tidak bisa dibuka karena jika dibuka maka pihak rumah sakit, bidan, atau klinik bisa bersiap diri agar tak dijerat hukum.

"Ketika dibuka pasti hilang, lari. Kalau ini informasi dari 2003 itu jejak bahwa dia sudah pernah bekerja. Apakah terus ini masih didalami, mau disembunyikan, ya enggak bisa juga karena fakta demikian berbunyi," ujar Ari.

Dia juga menuturkan bahwa proses pengungkapan ini bukan dari Badan POM atau laporan masyarakat tapi temuan Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Mabes Polri, tepatnya di subdit yang membidangi masalah cyber yaitu Cyber Patrol.

"Jadi ada celoteh komunikasi di dunia cyber yang mengarah kepada masalah vaksin ini. Kemudian dicek ke lapangan," ucap Ari.

Ancam Pasal Berlapis

Ari Dono mengungkapkan, meski saat ini pihaknya sudah menetapkan 20 orang sebagai tersangka kasus vaksin palsu. Jumlah ini bisa saja bertambah karena memang yang lain sedang dalam proses penyelidikan.

Pihak kepolisian pun telah menyiapkan pasal berlapis bagi para tersangka.

"Kita akan menerapkan pasalnya sesuai fakta perbuatan yang dia lakukan. UU konsumen sudah pasti (diterapkan), (pidana pasal) pemalsuan pasti. Jadi kita lapis semua sempai dengan ancaman tertinggi itu 15 tahun," terang Ari.

"Tapi ini hanya pasal-pasal yang kami terapkan yang fakta perbuatannya masuk ke situ, nanti putusannya bukan bidang kami. Mudah-mudahan saja hakim memutus yang tertinggi bagi pelaku," imbuh dia.

Tak hanya itu, kepolisian juga akan menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada para tersangka yang terbukti mencuci uang hasil kejahatan. Salah satunya sudah dikenakan bagi dua tersangka yang merupakan suami istri.

"UU TPPU sudah pasti kita terapkan. Sekarang sudah kita tracking uang itu dia simpan di mana, dia sembunyikan ke mana. Termasuk bukan hanya dia tapi juga keluarganya," kata Ari.

"Kalau pelaku dengan secara sengaja aliran dananya disembunyikan orang lain, dia pun harus bertangungjawab bukan yang hanya melakukan pemalsaun saja. Kalau dia simpan di tempat adiknya dan adiknya tahu itu hasil dari tindak pidana, disembunyikan seolah uang dia, patut diduga dia harus mempertanggungjawabkan juga di situ," tegas Ari.

Tak Hanya Vaksin Palsu

Wakil Ketua Komisi IX Ermalena mengatakan temuan vaksin palsu ini bukan menjadi satu-satunya kasus dalam dunia kedokteran.

Ia menuturkan vaksin palsu merupakan permulaan karena nantinya bisa membuka obat-obatan palsu atau kasus lain.

"Ini memang belum selesai, apalagi Kabareskrim Polri (Irjen Ari Dono Sukmanto) mengatakan bahwa ini baru permulaan. Artinya, masih banyak yang akan dikerjakan oleh Bareskrim dan Komisi IX percaya bahwa Bareskrim akan menemukan pelaku lain dengan kasus yang mungkin berbeda," ungkap Ermalena usai rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis 14 Juli 2016.

Ia menegaskan masalah vaksin palsu ini adalah masalah yang serius. Karena sampel yang diambil dari 37 fasilitas kesehatan (faskes) oleh Bareskrim Polri bukan hanya di Jabodetabek saja, tetapi juga 9 provinsi yang ada di Indonesia.

"Faksesnya ada 37 dari 9 provinsi, itu sudah lebih dari sepertiga kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Itu besar sekali. Kemudian, itu dari 2003," ucap Ermalina.

"Kami berharap Bareskrim bisa menuntaskan ini, agar kita tahu persis akar-akarnya. Tadi Bareskrim sudah berbicara, ketika bicara obat, mungkin ada (yang dipalsukan). Kami juga percaya bukan hanya vaksin tetapi obat pun terindikasi ada," sambung dia.

Politisi PPP ini berujar Komisi IX DPR kemungkinan akan membuat panitia kerja (panja) di dalam komisi terkait vaksin palsu dan obat-obatan agar kita semua dapat memberikan rasa aman kepada rakyat Indonesia.

"Mungkin pertama kita akan dorong panja. Panja ini kami usahakan di masa sidang mendatang sudah selesai agar kita bisa memberikan rasa aman pada rakyat Indonesia. Khususnya ibu-ibu yang mempunyai anak balita atau ibu-ibu yang anaknya berada di periodisasi pemalsuan vaksin," papar Ermalina.

"Yang lebih penting kerugian anak-anak yang tidak mendapatkan imunitas, sebagaimana mestinya," kata dia.

Bagi 14 rumah sakit yang sudah terindikasi menggunakan vaksin palsu, lanjut Ermalina, Komisi IX juga mendorong untuk diberikan sanksi tegas. Juga kepada para tersangka yang telah ditetapkan oleh pihak kepolisian.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya