Liputan6.com, Jakarta - Setahun, dua tahun, tiga tahun, tak terasa waktu berlalu hingga 13 tahun. Cuma bisunya dinding penjara yang setia menemani penantian para terpidana mati.
Koordinator Lapas di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Abdul Aris mengatakan, sebagian terpidana mati sudah menunggu lebih dari 10 tahun.
"10 tahun, ada yang 12, 13 tahun," kata Abdul ketika dihubungi Liputan6.com, Selasa 26 Juli 2016.
Sebut saja Merry Utami. Terpidana mati kasus narkoba itu menunggu 13 tahun di penjara sebelum mendengar kabar tanggal eksekusi matinya.
Merry dipindah dari Lapas Wanita Tangerang, Banten, pukul 04.30 WIB, Minggu 24 Juli 2016. Putri Merry pun sudah berangkat ke Cilacap untuk mendampingi sang ibunda.
Juru bicara keluarga, Priyono mengatakan, putri Merry Utami yang bernama Devi telah berangkat dari Madiun menuju Cilacap sejak Minggu 24 Juli 2016.
"Devi waktu itu telah memberi kabar ke budhe di Notosuman, Singopuran, Kartasuro, Sukoharjo bahwa ia telah berada di Cilacap. Devi berangkat ke sana karena diundang pihak Kejaksaan," kata Priyono ketika ditemui di rumahnya, Sukoharjo, Selasa 26 Juli 2016.
Keluarga pun telah memutuskan lokasi pemakaman Merry. Perempuan yang telah berpisah dengan suaminya itu akan dimakamkan di salah satu tempat pemakaman umum (TPU) di Cilacap.
Merry ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng pada 31 Oktober 2001 karena kedapatan membawa heroin seberat 1,1 kilogram. Akibatnya, pada 18 Juli 2002, Pengadilan Negeri Tangerang menjatuhkan vonis mati ke Merry. Vonis itu dikuatkan oleh putusan persidangan banding di Pengadilan Tinggi Jabar di Bandung pada 27 Januari 2003.
Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan oleh Merry pada 2006. Kemudian putusan PK pada 14 Maret 2016 menyatakan menolak permohonan Merry Utami.
Bersiap
Tak hanya pihak terpidana mati dan keluarga yang bersiap menghadapi eksekusi jilid III. Polisi, Kejaksaan Agung dan pihak lapas di Nusakambangan pun tengah mempersiapkan diri untuk peristiwa kontroversial tersebut.
Pengawasan dan keamanan di Nusakambangan telah ditingkatkan. Pengurus lapas tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan.
Baca Juga
"Iya, kita meningkatkan keamanan dan kewaspadaan jelang pelaksanaan eksekusi mati. Suasana di dalam (lapas) jangan sampai goyang, terpidana matinya juga," kata Abdul Aris.
Advertisement
Menurut dia, pemberitaan di media massa tentang pelaksanaan eksekusi mati tentu menimbulkan kegelisahan di antara para napi. Terutama yang mendapat hukuman mati. Terlebih, mereka telah bersama-sama dalam waktu lama.
"Melihat berita di Tv selalu dimunculkan berita tentang ini. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan dan ketidaknyamanan, kegelisahan. Perlu peningkatan keamanan dan kewaspadaan. Dia berhubungan dengan kawan-kawan di dalam kan tidak cuma satu atau dua tahun. Bisa 10 tahun, 12, atau 13 tahun. Misalnya dia jadi dieksekusi, kalau bisa diarahkan baik ya baik, kalau enggak puas kan...," ujar Abdul.
Oleh karena itu, pihak lapas mengedepankan pendekatan kekeluargaan, bukan sebagai petugas lapas.
Â