Liputan6.com, Jakarta - Hujan deras tiba-tiba turun menjelang eksekusi mati di Nusakambangan tengah malam itu. Angin kencang yang mengiringi menambah ketegangan. Petir menyambar disertai suara menggelar. Tak lama berselang, kabar datang. Eksekusi mati telah dilakukan.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Noor Rachmat memastikan pihaknya hanya mengeksekusi empat terpidana mati pada eksekusi mati jilid III kali ini. Mereka adalah Freddy Budiman, Seck Osmane, Michael Titus, dan Humprey Ejike.
"Sementara empat yang dieksekusi mati tepat pukul 00.45 WIB," kata Noor Rachmat di dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat 29 Juli 2016 dinihari.
Ia menambahkan, eksekusi mati itu dilakukan di Pos Polisi Nusakambangan. Menurut Koordinator Lapas se-Nusakambangan Abdul Aris, eksekusi dilakukan di bawah tenda untuk peneduh hujan.
Bahkan, menurut informasi yang diterima dari Saut Edward, pengacara salah satu terpidana Zulfiqar Ali yang lolos dari eksekusi mati, tenda di lokasi eksekusi sempat roboh karena kencangnya angin.
"Iya, tenda sempat roboh. Dan banyak petugas di sana yang basah kuyup," ujar Saut saat dihubungi via telepon, Jumat dinihari.
Dia mengatakan, kebetulan yang tengah berada di tenda lokasi eksekusi ketika itu bukan regu tembak, melainkan petugas pendukung lainnya. Sebab, saat angin kencang merobohkan tenda, terpidana mati yang akan dieksekusi belum dibawa ke lokasi.
Â
Advertisement
Malam Jumat Kliwon
Eksekusi mati ini membuat warga sekitar penasaran. Banyak warga yang sengaja ke Dermaga Wijayapura untuk menyaksikan jenazah terpidana mati dibawa dari Nusakambangan dengan ambulans.
Walau hujan turun, warga tetap bertahan. Rasa penasaran membuat mereka berusaha berteduh di bawah atap-atap warung di sekitar Dermaga Wijayapura. Sementara, ratusan personel kepolisian juga berjaga mulai dari akses jalan menuju ke Dermaga Wijayapura.
Salah satu warga bernama Erna (27) mengaku tak habis pikir dengan cuaca yang tiba-tiba hujan deras. Dia tak henti bergumam soal cerita mistis bersama warga lainnya.
"Ini rasanya lebih seram dari tahun kemarin, soalnya hujan. Sudah gitu geledeknya suaranya besar banget. Jadi bikin tambah seram," kata Erna di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Kamis, 28 Juli 2016 tengah malam.
Dia pun mengajak bercerita lebih dalam. Mengingat malam ini adalah malam Jumat Kliwon. Sebagian warga percaya ada penunggu yang menaungi Pulau Nusakambangan.
"Pengin tahu saja gimana, walaupun cuma bisa sampai sini. Tapi sampai sini saja udah seram, ditambah ini juga malam Jumat kliwon. Udah gitu cuacanya juga kayak gini tambah seram rasanya," Erna menerangkan.
Afif (48) mengaku telah beberapa kali datang ke dermaga untuk menyaksikan suasana di sekitar Nusakambangan saat eksekusi mati. Dia mengatakan tahun ini suasananya memang lebih terasa menyeramkan karena guntur terus bergemuruh. Ditambah cahaya kilat juga terus berkelip.
"Lain dari tahun kemarin. Lebih seram kayaknya, hujan gede gini," ucap dia.
Penundaan Eksekusi 10 Terpidana Mati
Kejaksaan Agung hanya mengeksekusi mati empat dari 14 terpidana pada eksekusi mati jilid III. Mereka adalah Freddy Budiman, dan tiga warga asing, yaitu Michael Titus dan Humprey Ejike dari Nigeria, serta Cajetan Uchena Onyeworo Seck Osmane dari Senegal.
Sedangkan mereka yang lolos adalah Merry Utami, Zulfiqar Ali, Gurdip Singh, Onkonkwo Nonso Kingsley, Abina Nwajaen, Osiaz Sibamdi, Eugene Ape, Cajetan Uchena, Agus Hadi, dan Pujo Lestari. Mereka masih bisa menghirup napas lebih lama dengan adanya penangguhan eksekusi mati.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rachmat menjelaskan, pihaknya hanya mengeksekusi empat terpidana mati dengan berbagai pertimbangan kajian mendalam.
"Salah satu pertimbangan, yaitu perbuatan (empat terpidana mati yang dieksekusi) termasuk secara masif dalam mengedarkan narkoba," kata Noor di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah.
"Anda perlu tahu, Seck Osmane ini pemasok kepada lainnya dan pengedar. Dia memasok heroin. Michael Titus juga begitu. Dan Doktor (Humprey) ini juga licik dengan cara kamuflase warung makannya. Itulah alasannya," Noor menjelaskan.
Dia mengatakan, digelarnya eksekusi mati bukanlah sesuatu yang diinginkan banyak orang. "Ini bukan pekerjaan menyenangkan, ini pekerjaan menyedihkan. Kami atas nama tim ikut belasungkawa sebesar-besarnya," Noor menegaskan.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan, Kejagung memang pernah menyampaikan informasi kemungkinan jumlah terpidana kasus narkoba yang akan dieksekusi mati, yaitu 14 orang. Kalimat kemungkinan itu hasil pembelajaran pada pengalaman eksekusi mati jilid II.
"Pada detik-detik eksekusi tahap kedua, jelang eksekusi, harus ada yang ditangguhkan, Mary Jane Veloso dari Filipina. Pada detik terakhir ada pemintaan dari pemerintahnya untuk ditangguhkan karena dia masih dibutuhkan saksi kasus trafficking. Sekali lagi, belajar dari situ, kemungkinan yang dieksekusi 14 orang," kata Prasetyo dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jumat.
Dan ternyata, Prasetyo melanjutkan, menjelang eksekusi mati, jaksa agung muda pidana umum (jampidum) yang berada di Nusakambangan melaporkan hasil pembahasan bersama dengan unsur terkait di daerah dan konsulat luar negeri, bahwa dari hasil pengkajian, hanya empat orang yang dieksekusi mati. Hal tersebut berdasarkan dari bobot perbuatan mereka.
Prasetyo mengaku belum bisa memastikan waktu eksekusi 10 terpidana itu. "Saya belum bisa pastikan tahun ini atau tahun depan," ucap dia.
Menurut dia, Kejaksaan Agung sudah mengkaji, baik dari faktor yuridis maupun nonyuridis, sebelum menunda eksekusi 10 terpidana tersebut. Namun, dia tidak memperinci alasan yuridis dan nonyuridisnya.
Mantan Presiden Indonesia BJ Habibie sempat menyurati Presiden Jokowi untuk menunda salah satu terpidana mati, Zulfiqar Ali.
Istri Zulfiqar Ali, Siti, sesaat tiba di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat, 29 Juli 2016 dinihari. Ia mengaku bersyukur suaminya yang berasal dari Pakistan tidak jadi dieksekusi.
"Terima kasih doanya," ucap dia sembari berlalu.
"Alhamdulilah, tadi dapat kabar kalau eksekusi mati Zulfiqar ditunda. Cuma kami tidak tahu nasibnya gimana. Kami berharap Zulfikar bisa bebas dari eksekusi mati," ucap Mad Arip (56), kakak kandung istri Zulfikar Ali, Siti Rohani, di kediamannya di Kampung Cikalancing, RT 1/RW 6, Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jumat.
Priyono, perwakilan keluarga Merry Utami mengungkapkan, berdasarkan keterangan dari anak Merry Utami, Devi, sehari sebelum eksekusi mati keluarga menyatakan akan menempuh jalur hukum agar sang ibu tak jadi dieksekusi mati.
"Ini kakaknya Merry belum ngabari saya karena pagi-pagi sudah berangkat kerja. Tapi yang pasti, sebelum eksekusi mati, pada Kamis pagi (28 Juli 2016) kemarin itu saya dikabari kalau Devi akan menempuh jalur hukum untuk upaya pembatalan eksekusi mati," ujar Priyono yang sempat mengurus KTP Merry Utami.
Priyono menyebutkan, berdasarkan keterangan dari kakak Merry Utami, keputusan menempuh jalur hukum itu merupakan pilihan dari sang anak, Devi.
Upaya Tuntutan Hukum
Regu tembak telah menarik pelatuknya untuk empat terpidana mati di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat dinihari. Setelah eksekusi mati, jasad Seck Osmane dibawa ke rumah duka di RS St Carolus, Jakarta Pusat, jasad Michael Titus dibawa ke Rumah Duka Bandengan, Jakarta Utara, jasad Humprey Ejike dibawa ke krematorium di Banyumas, Jawa Tengah, dan jasad Freddy Budiman dibawa ke Surabaya, Jawa Timur.
Pengacara Titus, Sitor Situmorang, mengatakan proses hukum Titus tidak selesai. Banyak ketimpangan dan kesalahan dalam menetapkan hukuman mati terhadap Titus. Karena itu, pihaknya akan menuntut balik Jaksa Agung HM Prasetyo atas eksekusi terhadap Titus.
"Kita akan persoalkan itu ke Jaksa Agung. Karena betul-betul dia itu cuma hanya ngomong, tidak konsisten antara omongan dengan perbuatan," kata Sitor.
"Kita akan tuntut hingga Jenewa," kata dia.
Hal senada disampaikan kakak ipar Titus, Nila (34). Dia kecewa terhadap eksekusi mati terhadap Titus. Lantaran proses hukumnya dianggap belum tuntas.
"Tidak ada konfirmasi apa pun dari pihak Kejaksaan pada keluarga. Mas, Titus sedang upaya PK yang kedua, loh," kata Nila.
Sementara itu, Farhat Abbas, pengacara Seck Osmane, menganggap proses eksekusi yang terjadi pada Jumat dinihari tadi adalah suatu kesewenang-wenangan yang melanggar hak konstitusi dari terpidana. Apa yang dilakukan Jaksa bertentangan dengan Undang-Undang Grasi.
"Saya sudah berkonsultasi dengan pihak keluarga, akan melakukan upaya konstitusi, upaya perdata, maupun upaya pidana, terhadap pelaku-pelaku yang mengeksekusi Osmane dinihari tadi," kata dia.
Farhat mengungkapkan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerima permohonan grasi Osmane pada 27 Juli 2016. Namun ternyata, Osmane tetap dieksekusi.
Eksekusi Freddy Budiman
Kejaksaan Agung mengeksekusi empat terpidana mati Jumat dinihari tadi. Salah satunya adalah gembong narkoba Freddy Budiman. Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku punya alasan khusus Freddy terkena eksekusi mati jilid III. Tidak jera adalah salah satu alasannya.
"Freddy Budiman, saya rasa kita semua tahu persis tokoh yang satu ini," kata Prasetyo.
Freddy, kata dia, merupakan terpidana mati kasus narkotika yang tertangkap ketika menyelundupkan 1.412.476 butir ekstasi ke Indonesia dari Tiongkok.
Dia ditangkap meski masih mendekam di LP Cipinang pada 30 Juni 2012 atas kasus ini. Freddy sendiri dipenjara di LP Cipinang sejak 1997 atas kasus pengedaran narkoba.
"Meski sudah divonis pidana mati tapi, meski dari balik penjara, yang bersangkutan pernah tertangkap kembali memproduksi narkoba dalam penjara di Cipinang. Beberapa kali tertangkap tangan jaringannya saat mengedarkan narkoba. Bukti keterlibatan atas jaringannya pun kuat dan barang bukti cukup banyak," ujar Prasetyo.
Selain itu, pengajuan peninjauan kembali (PK) Freddy Budiman sudah ditolak Mahkamah Agung.
"Tepat pada Hari Adhyaksa kemarin, MA sudah menolak upaya hukum PK yang bersangkutan," lanjut Prasetyo.
Menurut dia, Freddy memang baru mengajukan satu PK. Namun, kepada jaksa, Freddy menyatakan sudah siap dieksekusi mati.
Advertisement