Cerita WNI Sekolah di Swedia Tak Sampai Sore

Anak-anak di Swedia masuk sekolah pukul 08.30 dan pulang pukul 14.30, dengan istirahat 2 jam.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 11 Agu 2016, 15:40 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2016, 15:40 WIB
20150727-Hari-Pertama-Masuk-Sekolah-Jakarta7
Seorang siswa menguap menahan kantuk sebelum upacara di SD Pasar Baru 05, Jakarta, Senin (27/7/2015). Usai libur panjang Idul Fitri para siswa kembali beraktivitas mengikuti pelajaran di sekolah untuk tahun ajaran 2015-2016. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah melantik Muhadjir Effendy sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menggantikan Anies Bawesdan.

Usai dilantik, Muhadjir langsung menjadi buah bibir masyarakat. Penyebabnya tak lain lantaran idenya menerapkan sistem sekolah sehari penuh atau full day school.

Digambarkan, dalam sistem tersebut para siswa nantinya akan pulang sekolah lebih sore, yakni pukul 17.00 WIB. Ide ini tak luput dari perhatian Antony Lee (31). Antony adalah WNI yang pernah bekerja sebagai relawan bahasa di sebuah sekolah di Swedia bernama Fagelskolan.

Fagelskolan merupakan sebuah sekolah dari tingkat sekolah dasar hingga menegah pertama di Lund, Skane, Swedia.

Antony menjadi relawan untuk mengisi waktu luangnya saat menjadi mahasiswa program Global Studies jurusan ilmu politik, di sebuah universitas Swedia, tahun 2013-2015.

"Jadi saya sempat menjadi volunteer bahasa Inggris di sekolah Fagelskolan selama satu semester atau selama enam bulan. Di sana, saya melihat bagaimana mata pelajaran yang diajarkan untuk para siswa," tutur Antony di Jakarta, Kamis (11/8/2016).

Dari pengamatan Antony, mata pelajaran di Swedia jauh berbeda dengan di Indonesia, khususnya di sekolah Fagelskolan, yang kini menjadi contoh untuk sekolah-sekolah di Uni Eropa.

"Jadi saya lihat ada mata pelajaran yang namanya rumah ekonomi (jika diartikan dengan bahasa Indonesia). Di sana anak-anak setingkat SD dan SMP diajarkan bagaimana memasak. Ruangan kelasnya disulap seperti dapur. Selain itu diajarkan untuk belanja, sampai memilih bahan makanan," cerita Antony.

Dia pun mengungkapkan, sempat ditawari makanan hasil karya anak-anak tersebut. "Jadi waktu siang, seperti di kantin itu, saya makan kue yang ternyata hasil dari siswa-siswa di sana," ungkap Antony.

Selain mata pelajaran rumah ekonomi, dia juga melihat ada sebuah kelas layaknya studio musik yang mengajarkan pelajaran musik. "Ada juga sebuah ruangan seperti studio musik dan itu lengkap alat-alatnya. Anak-anak di sana belajar juga," cerita Antony.

Soal waktu sekolah, Antony mengatakan, tidak ada siswa yang pulang terlalu sore. "Seingat saya itu tidak sore sekali. Masuknya pukul 08.30 dan pulang pukul 14.30 dengan istirahat 2 jam," ujar Antony.

Karena itu, dia berharap sistem yang diwacanakan Menteri Muhadjir yang ingin anak sekolah sehari penuh, perlu dipertimbangkan lagi.

"Enggak perlu mengabiskan waktu terlalu lama di sekolah. Jika memang mau ada ekstrakurikuler, harusnya anak-anak dikasih kebebasan memilih. Apakah ekstrakurikuler itu membebani anak atau tidak. Pendidikan itu ditopang apakah berguna untuk hidupnya," kata Antony.

"Di Swedia, itu selalu berhubungan dengan kehidupannya sehari-hari, diberikan soft skill. Salah satu yang bisa diambil, bagaimana anak menjadi figur mandiri," jelas Antony.

Dia juga mengungkapkan, di Swedia anak-anak yang gagal mendapatkan nilai bagus akan terus diberi kesempatan hingga bisa.

"Jadi tidak dilihat dengan nilai buruk langsung dicap gagal. Orang-orang di Swedia kaget saat diceritakan ada anak Indonesia yang bunuh diri karena gagal lulus ujian akhir," tutup Antony.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya