Alasan Imigran Irak Jadi Tukang Cukur di Puncak

Pencari suaka ini tak pernah mendapat bantuan dari komisi tinggi PBB urusan pengungsi atau UNHCR.

oleh Achmad Sudarno diperbarui 11 Agu 2016, 20:50 WIB
Diterbitkan 11 Agu 2016, 20:50 WIB
Achmad Sudarno/Liputan6.com
Kantor Imigrasi Kelas I Bogor menahan sejumlah imigran Irak pada 8 Agustus lalu. (Achmad Sudarno/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bogor - Harith Heithem Watiq (32), salah satu imigran asal Irak yang diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Bogor pada Senin 8 Agustus 2016 mengaku sejak sampai di Indonesia ditelantarkan.

Pencari suaka ini tak pernah mendapat bantuan dari komisi tinggi PBB urusan pengungsi atau UNHCR. Oleh sebab itu, ia terpaksa bekerja di salon sebagai tukang cukur guna menyambung hidup. "Kalau tidak bekerja, kami mati," kata Harith di Kantor Imigrasi Bogor, Kamis (11/8/2016).

Pria yang fasih berbahasa Indonesia ini menceritakan, jika dia bersama istri dan dua anaknya datang dari Irak sejak tiga tahun silam untuk mencari suaka ke negara Australia, karena negaranya dilanda peperangan.

Namun, untuk mendapat suaka dari pemerintah Australia tidak mudah dan butuh waktu cukup lama, sehingga dirinya diarahkan untuk singgah sementara di Indonesia. "Saya datang ke Indonesia pakai boat. Dan ada yang mengarahkan ke Cisarua, Bogor," ujar dia.

Selama tinggal di Cisarua, Harith mengaku mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena itu, dia nekad bekerja meski harus melanggar Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi No 19 tahun 2016.

"Saya dapat gaji dua juta satu bulan bekerja potong rambut. PBB tidak beri kami uang. Jadi saya harus nyari uang untuk bertahan hidup," kata dia.

Harits pun mulai putus asa dan hanya menerima semua keadaan, setelah terjaring razia petugas imigrasi. "Saya pusing mikirin anak istri," ujar dia.

Raad Fadhi (24), imigran asal Irak lainnya yang ikut diamankan petugas Imigrasi Bogor, mengaku terpaksa bekerja karena sudah beberapa bulan terakhir ini, sanak saudaranya di Irak sudah tidak mengirim lagi uang.

"Di Negara saya berbahaya. Sangat sulit mengirim uang ke Indonesia. Sedangkan dari Badan PBB (UNHCR) kami hanya mendapatkan dokumen dan tidak mendapatkan uang," ujar pria yang sudah tinggal dua tahun di Indonesia.

Kepala Kantor Imigrasi Bogor Herman Lukman menjelaskan, merujuk pada Peraturan Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Ham No IMI 0342 GR 0207 tentang Penanganan Imigran sebagai Pencari Suaka dan Pengungsi, membatasi aktivitas imigran untuk membuka usaha dan bekerja formal atau non formal untuk menghasilkan uang.

"Imigran tidak boleh menerima upah, membawa kendaraan dan bekerja," kata dia.

Ia menambahkan, apabila para imigran bekerja tentunya akan menimbulkan persoalan baru di masyarakat sekitar. "Hal ini juga menjadi persoalan baru, di lain pihak warga sekitar sulit mendapatkan pekerjaan, sedangkan para imigran bekerja," ujar Herman.

Di sisi lain, para imigran mandiri atau para pencari suaka yang tiba secara ilegal di Indonesia tidak mendapatkan uang saku dari UNHCR untuk kebutuhan hidup sehari-hari. "Memang ini harus dipikirkan bersama-sama," kata dia.

Namun demikian, keenam imigran tersebut akan diproses dan ditempatkan di rudenim Kalideres, Jakarta. "Saat ini masih proses pemeriksaan. Kalau sudah selesai dikirim ke rudenim Kalideres," kata Herman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya